• Beranda
  • Berita
  • Pria di China salahkan kebijakan ketat COVID-19 atas kematian putranya

Pria di China salahkan kebijakan ketat COVID-19 atas kematian putranya

2 November 2022 20:32 WIB
Pria di China salahkan kebijakan ketat COVID-19 atas kematian putranya
Arsip - Petugas keamanan dengan pakaian pelindung berdiri di gerbang kompleks perumahan yang dikunci saat wabah COVID-19 berlanjut di Beijing, 22 Oktober 2022. (ANTARA/REUTERS/Thomas Peter/as)

Kenangan anak itu adalah masker dan bukan yang lain

Ayah dari bocah laki-laki berusia 3 tahun di China yang meninggal pada Selasa akibat keracunan karbon monoksida menyalahkan kebijakan COVID-19 yang diberlakukan pemerintah.

Dia menyebut kebijakan itu "secara tidak langsung membunuh" putranya karena menyebabkan anaknya terlambat mendapatkan perawatan medis.

Kematian bocah itu menjadi insiden terbaru yang menyulut kecaman terhadap kebijakan nol COVID China yang ketat.

Sebuah tagar kritik mengumpulkan 380 juta unggahan di platform media sosial mirip Twitter, Weibo, pada Rabu.

Baca juga: Puluhan kota di China "lockdown" akibat COVID-19, termasuk Wuhan

"Secara pribadi saya pikir dia dibunuh secara tak langsung," kata ayah si anak, Tuo Shilei, kepada Reuters lewat telepon dari ibu kota Provinsi Gansu, Lanzhou, yang menjalani penguncian (lockdown) selama beberapa bulan.

Sekitar tengah hari pada Selasa, setelah istrinya terpeleset dan jatuh karena keracunan gas saat memasak, Tuo mengetahui bahwa putranya, Wenxuan, juga keracunan.

Tuo mengatakan dirinya berusaha mati-matian untuk meminta bantuan ambulans atau polisi lewat telepon, tetapi tidak berhasil.

Setelah sekitar 30 menit, kondisi Wenxuan memburuk, dan Tuo mengatakan dirinya melakukan pernapasan buatan dan hal itu membantu anaknya untuk sementara.

Bersama anaknya dia bergegas ke gerbang kompleks permukiman yang ditutup selama lockdown, tetapi petugas di sana tidak mengizinkan dia pergi dan menyuruhnya menelepon pengurus kompleks atau ambulans.

Panik dan tidak sabar menunggu ambulans lebih lama, Tuo menerobos pembatas bersama anaknya. Beberapa warga yang "baik hati" memesan taksi untuk membawa mereka ke rumah sakit.

Upaya para dokter untuk menyelamatkan nyawa Wenxuan mengalami kegagalan.

"Ada pembatasan COVID di titik pemeriksaan. Petugas itu tidak bertindak, mengabaikan dan menghindari masalah, dan kami lalu dicegat oleh titik pemeriksaan yang lain," kata Tuo (32) yang membuka sebuah toko daging kecil.

"Tak ada bantuan yang diberikan. Rentetan kejadian ini menyebabkan kematian pada anak saya."

Pemerintah dan dinas kesehatan Lanzhou dan Pemerintah Provinsi Gansu belum menanggapi permintaan untuk berkomentar.

Reuters belum dapat menghubungi rumah sakit di mana bocah itu mengembuskan napas terakhirnya.

Baca juga: Protes terhadap penguncian COVID pecah di Tibet

Dalam kongres partai berkuasa di China, Partai Komunis, President Xi Jinping menegaskan lagi komitmen China pada kebijakan nol COVID.

Kebijakan itu telah menuai kritik masyarakat internasional karena mendorong lockdown ketat di kota-kota China.

"Tiga tahun COVID adalah seumur hidupnya"

Insiden di Lanzhou itu menjadi tren di media sosial setelah sebuah video dibagikan pada Selasa yang memperlihatkan Wenxuan sedang menerima napas buatan di bagian belakang sebuah kendaraan roda tiga.

Sebuah komentar mengatakan dia meninggal lantaran terlambat mendapatkan pertolongan.
Sebuah tagar bertuliskan "Tiga tahun COVID adalah seumur hidupnya" menjadi topik yang tren sebelum dihapus, sesuatu yang biasa terjadi di China akibat sensor ketat internet.

"Kenangan anak itu adalah masker dan bukan yang lain," tulis pengguna Weibo, Banmiaoxiaozhou.

"Masih adakah kepercayaan kepada pemerintah?" pengguna lain, Pengacara Zhong Guohua, menulis.

Sejumlah kasus orang yang meninggal karena tidak mendapatkan perawatan medis selama pembatasan COVID, termasuk lockdown dua bulan di Shanghai, telah menuai kemarahan yang meluas pada tahun ini.

Pada Januari, seorang pejabat senior China memperingatkan rumah sakit untuk tidak menolak pasien setelah seorang perempuan yang mengalami keguguran selama penguncian di Xian menyulut kemarahan publik.

Tuo mengatakan dirinya kemudian dihubungi seseorang yang mengaku pensiunan pejabat lokal. Dia menawari Tuo uang 100.000 yuan (sekitar Rp214,7 juta) jika mau meneken perjanjian untuk tidak mengekspos kejadian itu atau menuntut ganti rugi.

Tuo mengatakan dia menolak tawaran itu, dan sebaliknya, dia menuntut penjelasan atas kematian anaknya.

Pada Rabu pagi, jenazah Wenxuan dimakamkan di kampung halaman keluarga, Hezheng. Tuo tidak menghadirinya karena takut disuruh menjalani karantina.

Sumber: Reuters
Baca juga: Satgas COVID atasi "lockdown" Foxconn, Zhengzhou batalkan penerbangan
Baca juga: 888 penerbangan dari Guangzhou batal gara-gara temuan COVID-19

Pewarta: Anton Santoso
Editor: Mulyo Sunyoto
Copyright © ANTARA 2022