• Beranda
  • Berita
  • Dokter: Anak dengan HIV bisa tumbuh normal dengan konsumsi ARV

Dokter: Anak dengan HIV bisa tumbuh normal dengan konsumsi ARV

3 November 2022 13:04 WIB
Dokter: Anak dengan HIV bisa tumbuh normal dengan konsumsi ARV
Tangkapan layar Kepala Divisi Alergi Imunologi Departemen Ilmu Kesehatan Anak RSCM Dr. dr. Nia Kurniati, SpA(K) dalam webinar “HUT 103 RSCM” yang diikuti di Jakarta, Kamis (03/11/2022). (ANTARA/Rizka Khaerunnisa)

Di masa lalu kasus-kasus yang tertular HIV melalui prosedur transfusi

Kepala Divisi Alergi Imunologi Departemen Ilmu Kesehatan Anak RSCM Dr. dr. Nia Kurniati, SpA(K) mengatakan anak yang terinfeksi human immunodeficiency virus (HIV) bisa tumbuh dengan normal apabila mengonsumsi obat antiretroviral (ARV) secara teratur.

“Umumnya 6 bulan pertama memang masih naik-turun kondisinya (setelah pemberian ARV). Bisa kena diare lagi, bisa kena infeksi jamur lagi. Tapi sesudah 6 bulan kita bisa melihat polanya, mereka yang mendapatkan ARV dan kemudian cocok, bisa sehat seperti anak normal, jadi bisa berkembang sampai besar,” kata dokter spesialis anak itu dalam webinar “HUT 103 RSCM” yang diikuti di Jakarta, Kamis.

Dia menjelaskan orang yang terinfeksi HIV biasanya tidak menunjukkan gejala tertentu kecuali orang tersebut memiliki kondisi lain berupa penyakit penyertanya. Pada bayi yang terinfeksi HIV.

 Nia mengatakan mereka bisa mengalami gizi buruk atau berat badan yang tidak bertambah karena terjadi inflamasi secara terus-menerus.

Baca juga: Obat generik HIV untuk anak didistribusikan di Afrika

Baca juga: Beri ruang bagi ODHA anak seperti anak pada umumnya


Apabila tidak dilakukan intervensi berupa pemberian obat, Nia mengatakan kondisi anak bisa memburuk walaupun dokter sudah berusaha memperbaiki penyakit penyertanya seperti gizi buruk.

Oleh sebab itu, pemberian terapi ARV penting untuk dilakukan agar anak tumbuh dengan normal.

Nia mengatakan infeksi HIV bisa mengenai semua kelompok usia. Pada anak, penularan HIV biasanya terjadi melalui transmisi cairan dari ibu kandung, baik dalam proses kehamilan, persalinan, maupun pasca-persalinan melalui pemberian ASI.

Dia memperkirakan kasus penularan HIV dari ibu kandung terjadi sebanyak 95 persen. Sementara sisanya, 5 persen penularan HIV pada anak dapat terjadi melalui prosedur dalam tindakan medis seperti transfusi.

“Meskipun sudah dilakukan penyaringan dengan baik, tapi di masa lalu kami mendapatkan kasus-kasus yang tertular HIV melalui prosedur transfusi. Tapi umumnya, 95 persen itu infeksi HIV pada anak ditularkan dari ibu kandungnya,” kata Nia.

Ketika penularan HIV terjadi saat janin masih di dalam kandungan, pihak ibu bisa saja tidak menyadari kapan waktu tepatnya penularan tersebut terjadi karena selama proses kehamilan berjalan lancar. Dalam proses persalinan, bayi juga bisa tertular apabila darah ibu masuk ke perlukaan pada bayi atau saat cairan vagina ibu tertelan oleh bayi.

“Pada saat seperti itu infeksi sudah masuk, cuma tidak langsung memberikan gejala,” ujarnya.

Nia mengatakan gejala yang tampak bisa muncul setelah bayi berusia beberapa bulan kemudian.

Biasanya tenaga kesehatan sering menemukan gejala berupa radang paru-paru atau hepatitis kuning pada anak di usia tiga hingga empat bulan. Kemudian, ada pula gejala TBC dan gatal-gatal ketika anak berusia di atas satu tahun, katanya.

Baca juga: KPA: 52 anak di Tulungagung tertular HIV/AIDS

Baca juga: Yayasan Lentera: Anak dengan HIV/AIDS butuh dukungan semangat

 

Pewarta: Rizka Khaerunnisa
Editor: Zita Meirina
Copyright © ANTARA 2022