"Pelaku kekerasan terhadap anak mayoritas dilakukan oleh orang terdekat korban seperti orang tua, teman, tetangga atau orang-orang yang selama ini mendampingi anak saat berada di rumah atau sekolah," Katanya di Ambon, Kamis.
Ia mengatakan, tindakan kekerasan anak dilakukan oleh orang sekitar yang mestinya menjadi pelindung, sehingga masuk pada situasi yang berbahaya.
“Oleh karena itu berbagai hal yang dilakukan dalam rangka meningkatkan pemahaman dan membangun komitmen untuk melindungi anak-anak mesti juga kita lakukan terhadap orang-orang yang ada di sekitar anak-anak itu sendiri,” katanya.
Baca juga: Melawan kekerasan terhadap anak dari hulu ke hilir di Maluku
Baca juga: Kasus kekerasan anak di Ambon didominasi kejahatan seksual
Bodewin berharap, seluruh pemangku kepentingan di kota Ambon dapat berperan untuk memberikan porsi yang lebih, minimal hak-hak anak dapat terpenuhi sehingga tidak menjadi korban kekerasan.
Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak dan Masyarakat Desa (DP3AMD), Meggy Lekatompessy menyatakan hingga Agustus 2022, tercatat ada 24 kasus setubuh anak di bawah umur dan 15 kasus pencabulan.
Selain itu 17 kasus kekerasan pada anak, empat kasus penelantaran anak, dua kasus perdagangan orang, sementara untuk perebutan hak asuh, penganiayaan, buli, dan ITE masing-masing satu kasus.
Sedangkan, dalam data kekerasan terhadap perempuan per Agustus 2022, ditemukan 13 kasus KDRT, delapan Kasus penelantaran, empat kasus penganiayaan, tiga kasus kekerasan terhadap perempuan, tiga kasus pencurian, serta kasus pemerkosaan, pencemaran nama baik, perebutan hak asuh masing-masing satu kasus.*
Baca juga: Polisi sebut kasus kekerasan seksual jangan di-"restorative justice"
Baca juga: PGRI Maluku: Korban kekerasan seksual harus dilindungi di sekolah
Pewarta: Penina Fiolana Mayaut
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2022