"Kita mau obat-obat tradisional tersebut standar nasional melalui BPOM, pangan, perindustrian. Kalau teregistrasi orang akan merasa aman, nyaman karena sudah terstandar," katanya di Manado, Kamis.
Apabila sudah terstandar atau teregistrasi maka konsumen akan merasa tenang, dan ketika diproduksi akan laris karena dari komposisi yang dikandung obat tradisional tersebut terstandar.
"Kalau masih tradisional, tampilan atau kemasan masih tradisional, konsumen akan meragu soal kebersihan atau standarnya," ujarnya.
Baca juga: BPOM imbau warga Manggarai waspada obat tradisional mengandung BKO
Dia mengatakan soal manjur atau mujarab itulah yang harus dibuktikan secara keilmuan oleh akademisi atau peneliti.
"Kadarnya berapa persen, bagaimana proses yang harus dilakukan untuk mendapatkan kadar efektif itu, bagaimana efektivitasnya ada penelitiannya atau semacam pengkajian. Itulah gunanya akademisi atau peneliti," ujarnya.
Menurut dia, peneliti atau akademisi arahnya tidak untuk hilirisasi, akan tetapi usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) atau industri yang memproduksi.
"Kami sebagai peneliti atau akademisi sebetulnya dalam rangka meyakinkan standar-standarnya, sementara BPOM mengawasi standar itu apakah berjalan atau tidak," katanya.
Dia mengakui setiap daerah banyak obat tradisional hanya saja perlu terstandarisasi BPOM, setelah terstandar akan diawasi agar diproduksi sesuai standar.
Baca juga: Kerja sama obat tradisional Indonesia-China diupayakan diperluas
Baca juga: BPOM perkuat pariwisata lewat penyediaan obat dan kosmetik tradisional
Pewarta: Karel Alexander Polakitan
Editor: M. Hari Atmoko
Copyright © ANTARA 2022