"Salah satu tantangan terbesar umat beragama saat ini adalah fobia terhadap agama sehingga membuat orang terancam mengalami kekeringan rohani. Fobia terhadap agama membuat orang mengalami kemiskinan moral yang dampaknya dapat terlihat pada perilaku individu, keluarga, dan masyarakat," katanya sebagaimana dikutip dalam siaran pers dari Majelis Hukama Indonesia yang diterima di Jakarta, Sabtu.
Ia mengemukakan bahwa kondisi yang demikian memunculkan eksploitasi anak dan tindak kekerasan terhadap perempuan dalam keluarga.
Selain itu, menurut dia, fobia terhadap agama menyebabkan tidak adanya keadilan dan solidaritas, yang antara lain berdampak pada krisis pangan.
"Fobia agama juga menjadi ancaman serius bagi umat manusia, yang muncul dalam bentuk senjata nuklir," kata dia.
Selain membahas fenomena tentang fobia terhadap agama, Quraish Shihab menyoroti isu mengenai perubahan iklim saat menjadi pembicara dalam sidang Majelis Hukama Muslimin.
Menurut dia, perubahan iklim merupakan bukti nyata kelemahan manusia dalam mengendalikan naluri konsumtif dan kerakusan pada hal-hal yang bersifat materi.
"Hal itu pada gilirannya mengancam masa depan kita dan semakin menambah parah tragedi dunia berupa kelaparan, kemiskinan, dan keterpinggiran," kata dia.
Ia menjelaskan, Majelis Hukama Muslimin (MKM) sebagai lembaga lintas-negara yang menghimpun pakar dan ulama Muslim untuk memperkuat nilai-nilai koeksistensi memandang pembahasan mengenai tantangan-tantangan tersebut sebagai sesuatu yang mendesak untuk dilakukan saat ini.
Menurut dia, MHM tidak hanya melihat dialog sebagai tuntutan untuk merespons realitas, tetapi merupakan opsi mendasar dan berlaku sepanjang masa.
"Dialog akan meningkatkan kemanusiaan manusia sebagai makhluk terhormat dan bertanggung jawab yang sedang menghadapi tantangan besar. Tidak ada harapan untuk menghadapi tantangan-tantangan itu kecuali dengan melakukan komunikasi dan dialog," kata dia.
Menurut dia, dialog merupakan jaminan untuk secara sadar membangun komunikasi konstruktif antar-umat manusia sampai ke tingkat saling bekerja sama.
"Kemampuan saling bekerja sama antar-manusia yang berbeda itu merupakan wujud nilai kemanusiaan, moral, dan peradaban yang tinggi. Hal itu menunjukkan kematangan dalam interaksi antar-masyarakat," kata penulis Tafsir Al-Misbah itu.
Baca juga:
Majelis Hukama bahas isu-isu kontemporer dalam sidang di Bahrain
TGB: Muslim Rusia ingin belajar soal kerukunan ke Indonesia
Pewarta: Asep Firmansyah
Editor: Maryati
Copyright © ANTARA 2022