Kepala Lembaga Demografi FEB Universitas Indonesia (UI) Abdillah Ahsan menyarankan pemerintah untuk menyederhanakan golongan tarif cukai rokok untuk menjaga kesehatan masyarakat.
“Kompleksitas sistem cukai rokok dengan sejumlah golongan tersebut, memberikan celah penghindaran pajak dan penggelapan pajak, sehingga mengakibatkan kerugian ganda bagi kesehatan dan pendapatan negara,” katanya dalam dalam konferensi pers di Jakarta, Senin.
Abdillah menyampaikan bahwa saat ini terdapat delapan golongan tarif cukai rokok yang sangat memudahkan perokok untuk beralih ke rokok yang lebih murah serta memberikan peluang bagi produsen untuk menghindari cukai dengan melekatkan pita cukai rendah pada produk yang cukainya lebih tinggi.
Baca juga: Komnas Pengendalian Tembakau minta kenaikan cukai rokok lebih tinggi
“Kami mendorong golongan ini dipersempit dengan simplifikasi entah dengan menaikkan harga rokok termurah lebih cepat untuk mengejar ketertinggalan dengan harga rokok termahal,” ucapnya.
Ekonom dan peneliti UI ini menegaskan pertumbuhan ekonomi yang berkualitas, berkelanjutan dan menyehatkan harus ditopang oleh dan bisa menghasilkan masyarakat yang sehat. Ekonomi Indonesia tidak boleh diserahkan kepada industri rokok yang merusak kesehatan dan kesehatan masyarakat tidak boleh dikorbankan demi penerimaan negara dan pertumbuhan industri rokok.
Ia menilai kenaikan cukai rokok 10 persen per tahun terlalu kecil. Belum lagi jumlah pengguna rokok konvensional yang mencapai 68,9 juta orang atau 33,5 persen, sehingga perlu disikapi dengan kenaikan cukai yang lebih signifikan agar berdampak nyata bagi kesehatan. Kenaikan cukai per tahun seharusnya minimal 20-25 persen. Hal tersebut, karena inflasi yang terus meningkat di Indonesia, diperkirakan enam persen pada tahun ini yang berarti kenaikan cukai rokok 10 persen akan berdampak sangat kecil.
“Kami mendorong pemerintah juga menaikkan harga jual ecerannya yang juga menjadi domain pemerintah dalam mengeluarkan aturan cukai,” katanya.
Baca juga: Sri Mulyani: Pemerintah naikkan tarif cukai rokok 10 persen pada 2023
Baca juga: Pemerintah berhati-hati tetapkan kebijakan tarif cukai rokok
Melalui kenaikan yang kecil, lanjutnya, Indonesia tidak akan mampu mencapai target RPJMN untuk menekan angka prevalensi di kalangan remaja menjadi 8,7 persen di tahun 2024.
Ia menilai kenaikan cukai lima tahunan sebesar 15 persen untuk rokok elektrik juga terlalu kecil, karena prevalensi rokok elektronik meningkat 10 kali lipat, bahkan lebih besar di kalangan remaja.
“Kenaikan cukai yang tinggi seharusnya dikenakan untuk semua jenis rokok, baik rokok konvensional maupun elektronik,” katanya.
Pewarta: Kuntum Khaira Riswan
Editor: Endang Sukarelawati
Copyright © ANTARA 2022