"Di satu sisi, warga Jerman mendapat informasi yang salah dari para politisi pemerintah; di sisi lain, pemerintah tidak memiliki masalah dengan kami dalam hal kemitraan energi atau investasi," kata Sheikh Mohammed bin Abdulrahman Al-Thani kepada surat kabar Frankfurter Allgemeine Zeitung dalam sebuah wawancara yang diterbitkan Senin, seperti dilansir Reuters.
Qatar telah menghadapi kritik keras dari kelompok hak asasi manusia atas perlakuannya terhadap pekerja migran, yang bersama dengan orang asing lainnya merupakan bagian terbesar dari populasi negara itu.
Baca juga: UNA kecam berita palsu terkait Qatar sebagai tuan rumah Piala Dunia
Kementerian luar negeri Qatar bulan lalu memanggil duta besar Jerman atas komentar Menteri Dalam Negeri Nancy Faeser bahwa catatan hak asasi manusia suatu negara harus dipertimbangkan untuk apakah mereka terpilih sebagai tuan rumah Piala Dunia.
"Kami kesal dengan standar ganda," katanya, seraya menambahkan bahwa Qatar telah menghadapi suatu kampanye penentangan sistemik dalam 12 tahun sejak terpilih menjadi tuan rumah Piala Dunia yang menurutnya tidak pernah dihadapi negara lain.
"Sungguh ironis ketika anggapan ini melanda negara-negara di Eropa yang menyebut diri mereka demokrasi liberal. Kedengarannya sangat arogan, terus terang, dan sangat rasis," katanya kepada surat kabar itu.
Al-Thani menggambarkan seruan untuk jaminan keamanan bagi minoritas - yang diminta Faeser sebagai prasyarat sebelum setuju untuk menghadiri Piala Dunia - sebagai hal berlebihan dan mengatakan politisi Jerman harus lebih fokus pada kejahatan rasial yang terjadi di dalam negara mereka sendiri.
Baca juga: Situasi terakhir Qatar, dan mengenal delapan stadion Piala Dunia 2022
Baca juga: Qatar bebaskan penonton Piala Dunia 2022 tanpa tes COVID-19
Baca juga: Mendudukkan Piala Dunia Qatar dalam perspektif selayaknya
Pewarta: Teguh Handoko
Editor: Irwan Suhirwandi
Copyright © ANTARA 2022