"Shelter atau rumah aman menjadi kebutuhan yang sangat penting dalam penanganan kasus kekerasan, terutama KDRT," kata Menteri Bintang Puspayoga dalam keterangan di Jakarta, Rabu.
Bintang Puspayoga mengatakan berdasarkan Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (SIMFONI PPA), jenis kekerasan yang paling banyak dilaporkan adalah KDRT.
Baca juga: Jauhkan anak dari pelaku KDRT cegah perilaku agresif kemudian hari
Oleh karena itu, keberadaan rumah aman merupakan bentuk komitmen pemerintah dalam menciptakan lingkungan yang aman dan nyaman bagi seluruh warganya.
Saat ini Kementerian PPPA tengah mengembangkan kebijakan rumah aman dengan berkaca pada konsep Star Shelter yang dikembangkan Pemerintah Singapura.
"Kementerian kami sedang membangun rumah aman bagi perempuan dan anak korban kekerasan dan sedang dalam proses pengembangan kebijakan dan standar operasional prosedur (SOP) dari Singapore Council of Women Organizations dan Star Shelter yang sudah cukup lama menjalankan shelter ini bisa memberikan inspirasi," ujar Menteri PPPA.
Baca juga: Pengamat: Posyandu perlu sesi konseling cegah KDRT
Star Shelter merupakan rumah aman bagi perempuan dan anak korban KDRT di Singapura.
Pihaknya menambahkan praktik baik implementasi Star Shelter di Singapura akan memberikan pemahaman yang komprehensif terkait perlindungan serta pemenuhan hak perempuan dan anak korban kekerasan.
Bintang mengatakan penyediaan rumah aman bagi perempuan dan anak penting untuk segera diwujudkan.
Baca juga: KemenPPPA tekankan peningkatan peran keluarga cegah KDRT
Hal ini karena Survei Pengalaman Hidup Perempuan Nasional (SPHPN) Tahun 2021 menunjukkan satu dari empat perempuan Indonesia pernah mengalami kekerasan fisik dan atau seksual.
Selain itu, berdasarkan Survei Nasional Pengalaman Hidup Anak dan Remaja (SNPHAR) Tahun 2021, tercatat empat dari 10 anak perempuan dan tiga dari 10 anak laki-laki pernah mengalami kekerasan sepanjang hidupnya.
Pewarta: Anita Permata Dewi
Editor: Heru Dwi Suryatmojo
Copyright © ANTARA 2022