Pameran Among Jiwo bertajuk “Retropeksi 40 Tahun Berkarya Yusuf Susilo Hartono” yang digelar pada 9-13 November 2022 di Museum Nasional Jakarta memperlihatkan transformasi nyata tiap kebudayaan dalam setiap masa di Indonesia.
“Makna Among Jiwo merupakan jalan manekes yang dalam bahasa Jawa artinya menemukan jati diri. Mencari ke dalam diri sendiri, maka among jiwo adalah ngedan versi saya sebagai metode berfikir, merasa dan kerja kreatif khususnya di seni rupa, sastra dan jurnalistik,” kata Seniman sekaligus Jurnalis Senior Yusuf Susilo Hartono dalam Pameran Among Jiwo di Jakarta, Rabu.
Dalam pameran tersebut, diperlihatkan banyak karya Yusuf yang berupa sketsa, gambar dan lukisan yang dibuat dari medium yang berbeda-beda. Setiap guratan yang dipajang menceritakan kondisi Indonesia mulai dari era orde baru, awal reformasi hingga masa kini yang dipimpin oleh Presiden Joko Widodo.
Yusuf menjelaskan pameran yang menampilkan perjalanan berkaryanya tersebut, tidak hanya menekankan terjadinya reformasi kebudayaan. Melainkan mewakili “rewes” yang berarti perhatian, kepekaan dan kepedulian terhadap situasi dan dinamika yang terjadi.
Dalam kunjungan ANTARA di lapangan pun, banyak seni yang diciptakan secara apik dan menyisipkan perasaan yang berbeda-beda dari kehangatan keluarga, pandangan Yusuf soal politik sampai dengan gugatan atau renungannya pada Indonesia. Medium yang dipakai pun terdiri dari pensil, tinta hitam, cat akrilik hingga kopi.
Setiap karya Yusuf dalam pameran dibagi dalam tiga among esensi yang terbagi dalam sembilan zona. Pertama Among Diri, Keluarga dan Tanah Asal yang menggambarkan lanskap Bojonegoro pada tahun 1982 sebagai kota kelahiran Yusuf dibesarkan.
Kedua ada Among Demokrasi, Yusuf melukiskan wajah mantan Presiden Amerika Barack Obama, Presiden Joko Widodo hingga tokoh politik lainnya seperti Anies Baswedan, Prabowo Subiyanto dan Megawati.
Ketiga, terdapat Among Covid yang menggambarkan sejumlah sosok manusia yang sedang menghadapi COVID-19, lukisan perandaian jika Ir Soekarno memakai masker sampai dengan sosok manusia yang memegang hari berwarna merah dengan kepala yang diubah seperti COVID-19.
Keempat ada zona di mana masyarakat dapat menikmati artefak memorabilia milik Yusuf yang di antaranya berupa mesin TIK tua, ID card, manuskrip puisi dan buku-buku koleksinya.
“Ini adalah apa yang saya peroleh selama 40 tahun, sebuah perubahan kebudayaan yang terus menerus terjadi di Indonesia. Saya salah satu dari sekian banyak saksi di sini, tanpa disadari kita semua adalah saksi. Tolong mulai disadari bahwa Among Jiwo mempunyai satu akar yang dalam untuk semua orang,” kata penyair itu.
Kurator Anna Sungkar menyebut semua karya Yusuf sebagai dokumen sejarah bangsa dan seperti sketsa reformasi yang amat bernilai, sehingga pameran dititik beratkan pada bagaimana melakukan kluster karya-karya dalam ruang pameran.
Anna mengatakan kurasi karya Yusuf merupakan sebuah kesempatan sekaligus hiburan baginya karena sempat mengalami kesulitan untuk menentukan ragam karya yang Yusuf suguhkan.
“Hampir seluruh gambar berkualitas baik secara teknis maupun estetik. Mata saya silau karena melihat drawing sebagus lukisan "Ayahku Berblankon" (2016) dan "Aku" (2003) misalnya,” ujar Anna.
Pewarta: Hreeloita Dharma Shanti
Editor: Heru Dwi Suryatmojo
Copyright © ANTARA 2022