"Semoga upaya yang dilakukan ini dapat menjadi solusi untuk menyelesaikan persoalan pertanahan di Tanah Air," kata Wakil Ketua Komisi II DPR itu usai menggelar Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin.
Komisi II DPR menggelar RDPU bersama sejumlah perwakilan masyarakat yang menjadi korban mafia tanah, yakni Koperasi Produsen Perkebunan Masyarakat Adat Buay Mencurung, Masyarakat Kampung Tomang, Forum Petani Sejahtera Indonesia, Masyarakat Amal Bersatu, Masyarakat Adat Pasaman Barat, Persatuan Masyarakat Racangbuka Kabupaten Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Maluku Tengah, Lembaga Investigasi dan Pengawasan Aset Negara Republik Indonesia, serta Forum Mafia Tanah Indonesia.
Syamsurizal menyatakan bahwa pihaknya akan memanggil mitra-mitra kerja terkait, khususnya menyangkut persoalan pertanahan yang dinilainya sudah sangat akut.
"Setidaknya ada 15 persoalan yang sudah disampaikan ke Komisi II. Kami akan ditindaklanjuti secara khusus. Kami meyakini sudah berupaya menyelesaikan masalah ini, namun belum tuntas," ungkapnya.
Secara politis, kata dia, Komisi II akan menyelesaikan melalui panja. Dia memohon kepada para pelapor untuk melengkapi data yang disampaikan ke Komisi II.
"Kalau sudah lengkap, kami akan dengan mudah memanggil pihak terkait, baik menteri, BPN, dan pihak Kementerian Kehutanan," katanya menegaskan.
Baca juga: Anggota DPR: Komisi II bentuk dua panja terkait mafia tanah
Pernyataan hampir serupa dikemukakan Wakil Ketua Komisi II DPR RI Yanuar Prihatin.
Bahkan Yanuar berjanji akan memanggil mitra-mitra Komisi II yang diduga terlibat dalam kasus-kasus pertanahan di berbagai daerah di Indonesia.
Hal ini, kata dia, merupakan langkah awal dalam skenario penyelesaian kasus pertanahan yang diduga melibatkan instansi dan lembaga pemerintahan.
Dalam pertemuan itu, kata dia, dilaporkan ternyata begitu banyak kasus pertanahan yang dialami selama ini oleh masyarakat yang diduga banyak melibatkan lembaga, instansi pemerintah, dan pihak swasta besar.
Baca juga: Panja Mafia Tanah soroti 122 kasus konflik tanah ditolak Kemen ATR/BPN
Yanuar mengambil contoh laporan dari Persatuan Masyarakat Racangbuka Kabupaten Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur, yang terlibat kasus pertanahan dengan Pengadilan Negeri setempat.
“Yang menarik itu adalah bahwa ternyata kita ini bermasalah bukan dengan tetangga kita, kita masalah bukan dengan keluarga kita, tapi justru kita bermasalah dengan negara. Ini masalah," katanya menegaskan.
Untuk itu, Yanuar menyampaikan akan mendorong penguatan Panja Kasus Pertanahan untuk mencari solusi terbaik dalam kasus ini.
Dalam RDPU tersebut, Ketua Forum Korban Mafia Tanah Indonesia (FKMTI) Supardi Kendi Budiardjo menegaskan bahwa pihaknya saat ini tengah berupaya mencari keadilan bagi korban mafia tanah yang terjadi di sejumlah wilayah di Indonesia.
Sebagaimana diketahui, kata dia, FKMTI beranggotakan korban perampasan tanah dan bukan korban mafia tanah yang jumlahnya mencapai 30 ribu tersebar di 27 provinsi.
"Konflik pertanahan itu seyogianya diselesaikan oleh tiga lembaga. BPN, penegakan hukum, dan peradilan. Tapi fakta di lapangan, kasus perampasan tanah terus terjadi, bahkan eskalasinya terus naik, dan tidak berkesudahan," ungkapnya.
Pewarta: Fauzi
Editor: Herry Soebanto
Copyright © ANTARA 2022