"Jumlah guru SD dan SMP ada 1.827.116 orang. Untuk SD, ada 1.233.750 guru. Pastinya bakal muncul 1.233.750 karakteristik yang diwujudkan oleh bapak ibu guru. Tidak masalah, selama karakteristik ini memberikan kesan yang baik, karena kita yakin kesan baik cenderung membawa pengaruh baik kepada sikap, perilaku, dan emosi anak didik kita," kata Nita dalam sebuah diskusi yang digelar daring diikuti dari Jakarta, Selasa.
Namun demikian, ia memaparkan bahwa berdasarkan penilaian dari Programme for International Student Assessment (PISA) oleh Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD), bahwa dalam rentang waktu tahun 2000-2018, Indonesia memiliki peringkat yang rendah untuk hasil akademik siswa.
Baca juga: Kemendikbudristek sebut guru SD sebagai fondasi pendidikan
Dalam penilaian tersebut, Indonesia menempati peringkat 72 dari 77 negara untuk membaca, peringkat 72 dari 78 negara untuk matematika, dan peringkat 70 dari 78 negara untuk sains.
Sedangkan untuk nonakademik, 41 persen siswa di Indonesia dilaporkan mengalami perundungan beberapa kali dalam sebulan. Angka tersebut jauh lebih tinggi dari rata-rata, yaitu 23 persen.
"Akibatnya, disinyalir bahwa siswa yang sering mengalami perundungan ini memiliki skor 21 poin lebih rendah dalam membaca. Mereka akan merasakan sedih, ketakutan, dan kurang puas dengan hidupnya. Mereka juga cenderung membolos sekolah," ujar Nita.
Sementara mengenai pola pikir untuk berkembang, hanya 29 persen siswa Indonesia yang setuju bahwa kepandaian adalah sesuatu yang bisa berubah banyak. Sedangkan rata-rata OECD berada pada angka 63 persen.
Baca juga: Kemendikbudristek sebut guru harus miliki lima karakter unggulan
Padahal, Nita mengatakan siswa yang memiliki pola pikir berkembang akan memiliki skor 32 poin lebih tinggi dalam membaca, lebih rendah dalam mengekspresikan ketakutan terhadap kegagalan, lebih termotivasi dan ambisius, dan menjadikan pendidikan sebagai hal yang penting.
"Prihatin, sih, kita melihat hal ini. Namun ini bukan berarti sesuatu yang tidak bisa kita ubah. Mungkin salah satu upayanya adalah kita luncurkan buku Profil Guru yang menjadi sumber inspirasi buat guru-guru sekolah Indonesia khususnya sekolah dasar untuk melakukan introspeksi, kita kembali ke jalan yang benar dan jadi sosok yang didambakan oleh siswa-siswa kita," ujarnya.
Sesuai dengan pesan Ki Hajar Dewantara, Nita mengatakan bahwa anak terlahir seperti kertas yang bertuliskan samar. Tugas guru adalah mempertebal tulisan samar tersebut supaya nampak lebih terang.
"Artinya, anak terlahir dengan segala macam kemampuannya. Tugas kita bagaimana mengasah seluruh kemampuan yang dimiliki anak agar menjadi pribadi, sikap, dan karakter yang lebih baik," kata Nita.
Baca juga: Guru inovatif lahirkan generasi produktif
"Ki Hajar Dewantara juga menjelaskan bahwa yang bisa mendidik bangsa kita adalah golongan dari bangsa kita sendiri karena pendidikan erat kaitannya dengan kebudayaan. Ini mengisyaratkan bahwa pendidikan adalah suatu hal yang penting, tempat untuk tumbuhnya nilai-nilai kemanusiaan, karakter, budaya, yang harus terus diwariskan kepada anak didik kita," kata dia.
Pewarta: Suci Nurhaliza
Editor: Bambang Sutopo Hadi
Copyright © ANTARA 2022