Menurut dia, sebagaimana Macro Brief yang diterima di Jakarta, Jumat, menaikkan suku bunga acuan merupakan langkah front-loaded, tindakan pre-emptive, dan berwawasan ke depan oleh BI untuk menjaga stabilitas nilai tukar rupiah dan ekspektasi inflasi di tengah tekanan global maupun domestik.
Hal itu karena Indonesia masih dibayangi ketidakpastian di pasar keuangan global yang dapat menyebabkan permodalan arus keluar, yang memberi risiko terhadap stabilitas nilai tukar rupiah dan tekanan inflasi impor.
Selain itu, lanjutnya, dari dalam negeri pada Oktober 2022 tingkat inflasi mencapai 5,71 persen year on year (yoy), yang mana BI memperkirakan tingkat inflasi umum akan mencapai sekitar 5,6 persen dengan inflasi inti di 3,5 persen pada akhir tahun 2022.
Baca juga: Gubernur BI turunkan proyeksi inflasi IHK 2022 menjadi 5,6 persen
“Dari sisi domestik, kita terus berharap tingkat inflasi berada sekitar 5 – 6 persen yoy, setidaknya sampai semester-I 2023,” kata Faisal.
Dia memperkirakan BI akan menaikkan suku bunga acuannya menjadi di level 5,50 persen hingga akhir tahun 2022 dan kemungkinan menjadi di level 5,75 persen pada semester I 2023.
“Karena tekanan datang dari sisi eksternal dan domestik, kami percaya BI melanjutkan kenaikan BI-7DRRR untuk menjamin stabilitas,” kata Faisal.
Baca juga: BI naikkan suku bunga acuan 50 bps menjadi 5,25 persen pada November
Pewarta: Muhammad Heriyanto
Editor: Risbiani Fardaniah
Copyright © ANTARA 2022