• Beranda
  • Berita
  • Terobosan mengintegrasikan NIK sebagai NPWP mendapat sambutan antusias

Terobosan mengintegrasikan NIK sebagai NPWP mendapat sambutan antusias

20 November 2022 21:53 WIB
Terobosan mengintegrasikan NIK sebagai NPWP mendapat sambutan antusias
Layar videotron menampilkan informasi tentang penghapusan administrasi pajak di Jakarta, Jumat (7/10/2022). ANTARA FOTO/Aprillio Akbar/foc.

penggunaan NIK sebagai NPWP akan lebih memudahkan dalam menunaikan kewajiban perpajakan

Terobosan Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan mengintegrasikan penggunaan nomor induk kependudukan (NIK) sebagai nomor pokok wajib pajak (NPWP)  sebagai upaya meningkatkan pendapatan negara mendapat sambutan antusias dari masyarakat.

Berdasarkan survei Polling Institute yang diterima di Jakarta, Minggu, mengungkapkan sebanyak 48,5 persen warga sudah tahu dengan Program NIK jadi NPWP ini, yang mengalami peningkatan dari survei pada Agustus 2022 lalu sebesar 31,6 persen.

"Mayoritas publik, terutama untuk kelas dengan penghasilan di atas Rp4 juta per bulan, memiliki peningkatan kesadaran pada program ini. Dan juga yakin penggunaan NIK sebagai NPWP akan lebih memudahkan dalam menunaikan kewajiban perpajakan," kata Direktur Eksekutif Polling Institute Kennedy Muslim dalam keterangan tersebut.

Survei ini, dilakukan secara wawancara tatap muka oleh petugas yang telah dilatih, sepanjang tanggal 2 hingga 8 November 2022  terhadap  1.220 orang yang menjadi sampel jajak pendapat (polling) dari seluruh provinsi di Indonesia yang tersebar secara  proporsional.

"Polling ini memiliki margin of error (MoE) sekitar 2,9 persen pada rentang kepercayaan 95 persen," tulisnya.

Selain itu, kata Kennedy Muslim, berdasar data yang didapatkannya, terdapat indikasi adanya kenaikan penerimaan pajak degan meningkatnya jumlah pemilik NPWP.

Di mana, kepemilikan NPWP saat ini mengalami peningkatan yang cukup signifikan, yakni dari 45,7 persen pada Agustus 2022, naik menjadi 48,7 persen di November 2022.

"Tentunya hal ini akan berdampak positif terhadap penerimaan pajak," katanya.

Dari pemilik NPWP, lanjut dia, mayoritas membayar pajak, bahkan mencapai 78 persen, namun jenis pajak yang paling banyak dibayar adalah yang termasuk dalam otoritas pemerintah daerah, seperti Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) yang mencapai 60,5 persen dan pajak kendaraan bermotor yang mencapai 59,9 persen.

"Sementara untuk jenis pajak yang termasuk dalam otoritas pemerintah pusat, hanya sekitar 13 persen. Yaitu, Pajak Penghasilan (PPh) 9.2 persen atau sekitar 36.8 persen dari pemilik NPWP, serta Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan Barang Mewah (PPnBM) 3.8 persen," kata Kennedy.

Lebih lanjut, Kennedy mengatakan umumnya masyarakat cukup baik dalam memahami manfaat-manfaat uang pajak, dan mayoritas masyarakat juga tahu bahwa pemerintah memberi subsidi kepada BBM, elpiji 3 Kg, hingga listrik.

Namun, mayoritas masyarakat menilai bahwa subsidi, Bantuan Langsung Tunai (BLT) dan Bantuan Subsidi Upah (BSU) yang diberikan, kurang atau tidak tepat sasaran.

"Ini juga menjadi salah satu alasan mengapa warga kurang merasakan manfaat uang pajak," tuturnya.

Dari hasil survei juga diketahui, bahwa separuh warga Indonesia pernah menerima bantuan BLT atau BSU, dan tentu mayoritas mereka menggunakan BBM, elpiji, dan listrik.

Tapi, mayoritas tidak tahu bahwa subsidi BLT atau BSU yang diberikan itu, sebagian besar uangnya diambil dari pajak.

"Dalam situasi ini, warga harus mendapat persuasi dengan baik, kiranya bukan hanya persoalan pemahaman tentang manfaat atau peruntukan uang pajak, tapi juga sekaligus motivasi kolektif dalam partisipasi penerimaan pajak yang semakin besar, terutama pada kelompok yang termasuk dalam kriteria wajib pajak," katanya.

Sementara sebanyak 53,7 persen warga tahu tentang manfaat yang diberikan dari uang pajak, seperti BLT, penyelenggaraan pendidikan di sekolah negeri, membayar gaji aparatur negara, penanggulangan bencana, bantuan iuran jaminan sosial dan subsidi pupuk.

"Namun hampir semua warga tidak tahu beda pajak daerah dan pajak pusat, terlebih soal mekanisme transfer pusat dan daerah," ucapnya.

Dari sisi sanksi, sebanyak 66.1 persen masyarakat setuju dengan pemberian sanksi bagi penunggak pajak, agar membuat warga lebih patuh pajak.

"Mayoritas atau sekitar 57 persen warga juga setuju bahwa pengemplang pajak harus dikenai sanksi pidana," tuturnya.

Diketahui, integrasi penggunaan NIK sebagai NPWP diluncurkan pada 14 Juli 2022 lalu sebagai langkah optimalisasi penerimaan pajak yang merupakan salah satu sumber pendapatan negara untuk melakukan pembangunan.

Terobosan guna memudahkan wajib pajak untuk membayar pajak ini, meski sudah mulai diberlakukan, namun format lama masih tetap berlaku, hingga akhir Desember 2023, lantaran belum seluruh layanan administrasi dapat mengakomodasi NPWP dengan format baru ini.
Baca juga: Staf Ahli Menkeu: Penerapan NIK jadi NPWP perluas basis data pajak
Baca juga: Dirjen Pajak sebut penerapan NIK sebagai NPWP target jangka panjang
Baca juga: DJP bakal terus tingkatkan kesadaran masyarakat pada pajak

Pewarta: Ricky Prayoga
Editor: Ganet Dirgantara
Copyright © ANTARA 2022