Indonesia sebenarnya memiliki potensi besar dalam EBT karena, misalnya, untuk energi solar yang memiliki potensi besar, kita baru menggunakan kurang dari 5 persennya.
Deputi Bidang Ekonomi Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN/Bappenas) Amaia Adininggar Widyasanti menyebut Indonesia berpotensi menjadi raja sumber energi baru dan terbarukan (EBT) karena memiliki berbagai potensi EBT, mulai dari solar, panas bumi, hingga angin.
“Indonesia sebenarnya memiliki potensi besar dalam EBT karena, misalnya, untuk energi solar yang memiliki potensi besar, kita baru menggunakan kurang dari 5 persennya,” katanya seusai International Economic Modelling Forum di Jakarta, Kamis.
Karena itu Indonesia masih memiliki ruang yang luas untuk memanfaatkan sumber EBT, seperti solar dan panas bumi.
Baca juga: APHI dukung pemanfaatan biomassa kayu untuk transisi energi
Saat ini Bappenas juga telah mengembangkan model ekonomi untuk dijadikan dasar kebijakan yang bisa mendorong pertumbuhan ekonomi, sembari tetap menahan laju emisi karbon.
“Ini yang sekarang kita coba untuk akomodasi, karena kalau kita tidak mengupdate model ekonomi kita, model ini menjadi tidak relevan lagi, tidak menghasilkan prediksi dan proyeksi yang baik,” ucapnya.
Salah satu model ekonomi yang didorong adalah transisi energi yang diharapkan diterapkan oleh industri manufaktur yang saat ini masih menggunakan energi berbasis fosil.
Baca juga: Luhut sebut RI bisa capai net zero emission dengan potensi EBT 437 GW
Dengan demikian, industri manufaktur tetap bisa melanjutkan aktivitasnya yang menyumbang pertumbuhan ekonomi dengan tetap menjaga laju emisi karbon di Indonesia.
“Emisi karbon di sektor manufaktur bisa kita kurangi dengan menggunakan EBT di sektor industri. Industri tetap dapat menyumbang ke perekonomian yang menjadi lebih berkelanjutan,” ucapnya.
Sebelumnya Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto optimistis ke depan Indonesia bisa menjadi ‘raja’ energi hijau sebagaimana Arab Saudi menjadi ‘raja’ energi berbasis fosil.
Pewarta: Sanya Dinda Susanti
Editor: Nusarina Yuliastuti
Copyright © ANTARA 2022