• Beranda
  • Berita
  • CIPS : Literasi kunci kepercayaan terhadap industri jasa keuangan

CIPS : Literasi kunci kepercayaan terhadap industri jasa keuangan

25 November 2022 08:42 WIB
CIPS : Literasi kunci kepercayaan terhadap industri jasa keuangan
Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Mahendra Siregar (keempat kanan) berbincang dengan Anggota Dewan Komisioner Bidang Edukasi dan Perlindungan Konsumen OJK Friderica Widyasari Dewi (ketiga kiri), Kepala Eksekutif Pengawas IKNB Ogi Prastomiyono (ketiga kanan), Deputi Komisioner OJK Institute dan Keuangan Digital, Imansyah (kedua kanan), Direktur Eksekutif LPS, Rudi Rahman (kanan), Executive Vice President Center of Digital PT. BCA, Nathalya Wani Sabu (kiri), dan Deputi Komisioner Edukasi dan Perlindungan Konsumen OJK, Sarjito (kanan) saat penyampaian Hasil Survei Nasional Literasi Inklusi Keuangan tahun 2022 pada Puncak Bulan Inklusi Keuangan di Jakarta, Sabtu (29/10/2022). Menurut OJK, hasil Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan (SNLIK) 2022 menunjukkan indeks literasi keuangan masyarakat Indonesia sebesar 49,68 persen dan inklusi keuangan sebesar 85,10 persen, meningkat dibandingkan tahun 2019 indeks literasi keuangan 38,03 persen dan inklusi keuangan 76,19 persen. ANTARA FOTO/M Risyal Hidayat/tom.

Adanya kesenjangan antara inklusi dan literasi keuangan menunjukkan bahwa sejumlah konsumen masih belum memiliki pengetahuan yang memadai terkait produk atau layanan yang mereka gunakan

Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) mengatakan literasi keuangan yang baik merupakan kunci kepercayaan masyarakat terhadap industri jasa keuangan.

Senior Fellow CIPS Kartina Sury dalam keterangan resmi di Jakarta, Jumat, mengatakan rendahnya literasi keuangan menyebabkan masyarakat berisiko membuat keputusan keuangan yang salah dan tidak sesuai dengan kebutuhan.

Dalam jangka panjang, dia mengkhawatirkan akan muncul keengganan masyarakat untuk mengonsumsi produk jasa keuangan.

“Adanya kesenjangan antara inklusi dan literasi keuangan menunjukkan bahwa sejumlah konsumen masih belum memiliki pengetahuan yang memadai terkait produk atau layanan yang mereka gunakan,” ujar Kartina.

Dia mengatakan kesenjangan ini membuat masyarakat rentan terhadap keputusan keuangan yang berisiko, menanggung terlalu banyak utang, bahkan menjadi korban produk investasi bodong.

Dia menambahkan masyarakat seringkali memiliki pemahaman yang tidak lengkap tentang produk, syarat pembayaran dan bunga yang disediakan oleh lembaga jasa keuangan.

“Konsumen yang terkena dampak dari rendahnya literasi keuangan akan mengalami kesulitan membayar utang karena tingkat bunga yang tinggi dan jangka waktu pembayaran yang singkat,” kata Kartina.

Selain itu, mereka juga berisiko terkena praktik pengumpulan data yang tidak etis, seperti intimidasi melalui telepon dan SMS, penggunaan data konsumen yang tidak seharusnya, distribusi data konsumen secara ilegal dan pesan yang dikirim ke daftar kontak konsumen untuk mengejar pembayaran.

Dengan demikian, dia mengatakan kesenjangan antara literasi dan inklusi keuangan perlu diatasi secara bersama-sama.

Menurut dia, perlu adanya integrasi antara literasi dan produk keuangan, yang mana produk dan layanan perlu dirancang untuk mendidik konsumen saat menggunakannya.

Survei Otoritas Jasa Keuangan (OJK) 2022 menunjukkan indeks inklusi keuangan masyarakat Indonesia sebesar 84,2 persen dan indeks literasi keuangan hanya 49,9 persen.

Baca juga: OJK: Gap indeks inklusi dan literasi keuangan menurun pada 2022

Baca juga: OJK sebut digitalisasi membuat edukasi keuangan lebih efisien dan luas

Baca juga: OJK selenggarakan sekitar 1.000 program edukasi keuangan dalam setahun

Pewarta: Muhammad Heriyanto
Editor: Ahmad Buchori
Copyright © ANTARA 2022