• Beranda
  • Berita
  • Pengecualian moratorium pemekaran Papua demi percepatan pembangunan

Pengecualian moratorium pemekaran Papua demi percepatan pembangunan

26 November 2022 19:20 WIB
Pengecualian moratorium pemekaran Papua demi percepatan pembangunan
Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian (kedua kiri) menandatangani berita acara pelantikan Penjabat Gubernur Provinsi Papua Selatan, Papua Tengah, dan Papua Pegunungan di Kantor Kemendagri, Jakarta, Jumat (11/11/2022). ANTARA FOTO/Indrianto Eko Suwarso/foc.

Indonesia resmi memiliki 38 provinsi setelah penetapan empat daerah otonom baru (DOB) di Papua, yakni Papua Selatan, Papua Tengah, Papua Pegunungan, dan Papua Barat Daya.

Di tengah kebijakan moratorium pemekaran daerah, pemerintah dan Komisi II DPR RI menyepakati empat rancangan undang-undang (RUU) DOB tersebut disahkan menjadi undang-undang (UU).

Penangguhan pemekaran daerah di Indonesia berlaku karena pertimbangan keterbatasan finansial negara, pemenuhan kebutuhan strategis nasional, kepentingan politis, serta pemerataan kesejahteraan masyarakat di daerah.

Dari aspek finansial, daerah baru yang terbentuk masih menggantungkan pendapatan mereka dari negara melalui dana transfer dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Seharusnya, ketergantungan itu semakin mengecil setelah daerah baru terbentuk.

Namun, kebijakan moratorium pemekaran itu dikecualikan untuk Papua. Pemerintah menganggap pemekaran daerah di Papua dapat mempercepat pemerataan pembangunan di Indonesia. Dengan adanya empat provinsi baru di Tanah Papua, pelayanan dari pemerintah pusat kepada masyarakat setempat diharapkan dapat berjalan semakin mudah.

Pertimbangan pemekaran wilayah di Papua karena daerah timur Indonesia itu dianggap terlalu luas dengan hanya memiliki dua provinsi, yaitu Papua dan Papua Barat. Oleh karena itu, tiga provinsi baru disahkan melalui undang-undang yang ditandatangani Presiden Joko Widodo pada 25 Juli 2022.

Tiga provinsi baru yang telah sah ialah UU Nomor 14 Tahun 2022 tentang Pembentukan Provinsi Papua Selatan, UU Nomor 15 Tahun 2022 tentang Pembentukan Provinsi Papua Tengah, serta UU Nomor 16 Tahun 2022 tentang Pembentukan Provinsi Papua Pegunungan. Sedangkan, RUU tentang Pembentukan Provinsi Papua Barat Daya belum mendapatkan nomor, namun sudah mendapat persetujuan dari DPR untuk disahkan menjadi UU.

Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian pun telah menunjuk dan melantik tiga penjabat (pj) gubernur untuk DOB provinsi tersebut, yakni dua staf ahli di Kemendagri dan seorang staf ahli di Kejaksaan Agung.

Apolo Safanpo, Staf Ahli Bidang Pemerintahan Kemendagri, ditunjuk sebagai Pj Gubernur Papua Selatan. Kemudian Ribka Haluk, Staf Ahli Bidang Aparatur dan Kepentingan Publik Kemendagri yang pernah menjabat sebagai pj bupati Mappi di 2017 dan pj bupati Yalimo (2021) didapuk menjadi Pj Gubernur Papua Tengah. Selanjutnya, Staf Ahli Hubungan Antar Lembaga dan Kerja Sama Internasional Kejagung Nikolaus Kondomo menjadi Pj Gubernur Papua Pegunungan.

Provinsi Papua Selatan berasal dari sebagian wilayah Provinsi Papua, yang meliputi Kabupaten Merauke sebagai ibu kota provinsi, Kabupaten Boven Digoel, Kabupaten Mappi, dan Kabupaten Asmat. Provinsi Papua Tengah berasal dari sebagian wilayah Provinsi Papua, yakni Kabupaten Nabire selaku ibu kota provinsi, Kabupaten Puncak Jaya, Kabupaten Paniai, Kabupaten Mimika, Kabupaten Puncak, Kabupaten Dogiyai, Kabupaten Intan Jaya, dan Kabupaten Deiyai.

Provinsi Papua Pegunungan juga berasal dari sebagian wilayah Provinsi Papua, terdiri atas Kabupaten Jayawijaya sebagai ibu kota provinsi, Kabupaten Pegunungan Bintang, Kabupaten Yahukimo, Kabupaten Tolikara, Kabupaten Mamberamo Tengah, Kabupaten Yalimo, Kabupaten Lanny Jaya, serta Kabupaten Nduga. Sementara itu, dalam draf RUU tentang Pembentukan Provinsi Papua Barat Daya, daerah yang dimekarkan dari Provinsi Papua Barat itu meliputi empat kabupaten, yakni Sorong, Sorong Selatan, Raja Ampat, Tambrauw, dan Maybrat; serta Kota Sorong.

Pengecualian moratorium pemekaran
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2021 tentang Perubahan Kedua atas UU Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua, pemekaran daerah di Tanah Papua dapat dilakukan atas persetujuan Majelis Rakyat Papua (MRP) dan Dewan Perwakilan Rakyat Papua (DPRP) dengan memperhatikan kesatuan sosial dan budaya, kesiapan sumber daya manusia (SDM), kemampuan ekonomi, serta perkembangan masa depan.

Pembentukan DOB di Papua, masih diatur dalam UU tersebut, bertujuan untuk mempercepat pemerataan pembangunan, meningkatkan pelayanan publik, mewujudkan kesejahteraan masyarakat, serta mengangkat harkat dan martabat orang asli Papua (OAP). Pemekaran juga harus menjamin dan memberikan ruang bagi OAP dalam aktivitas politik, pemerintahan, perekonomian, sosial, dan budaya.

Wakil Presiden Ma’ruf Amin, sekaligus Ketua Dewan Pertimbangan Otonomi Daerah (DPOD), menyatakan pengecualian terhadap kebijakan moratorium pemekaran daerah itu berlaku di Papua karena daerah tersebut masih memerlukan perhatian khusus dari pemerintah pusat.

Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat memiliki kebutuhan khusus, baik untuk meningkatkan pelayanan karena luasnya wilayah maupun guna mempercepat kesejahteraan masyarakat setempat.

Dalam pelaksanaannya, alokasi dana transfer terhadap DOB tersebut masih melalui provinsi induk, yakni untuk Papua Selatan, Papua Tengah, dan Papua Pegunungan berasal dari Papua; sedangkan Papua Barat Daya dari Papua Barat. Sementara itu, terkait pengisian jumlah kursi untuk DPR RI, DPD RI, DPRD provinsi baru, serta penetapan daerah pemilihan pada Pemilihan Umum (Pemilu) Serentak 2024 diatur dalam peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perppu) pemilu yang diatur kemudian.

Terhadap ketiga penjabat gubernur di provinsi baru tersebut, pemerintah pusat meminta lima hal: menjadikan DOB tersebut sebagai gebrakan mempercepat pembangunan di Tanah Papua, merumuskan peta jalan terpadu dan aksi nyata sejalan dengan tahapan Pemilu 2024, mempersiapkan desain pembangunan sesuai Rencana Induk Percepatan Pembangunan Papua 2022-2041, memperkuat sinkronisasi program dan pendanaan dengan pemerintah pusat, serta memperkuat komunikasi sosial dengan seluruh elemen masyarakat.

Dengan pemekaran daerah di Papua tersebut, tujuan desentralisasi untuk pemerataan pembangunan di Tanah Air diharapkan segera terwujud serta membuka peluang untuk mengembangkan potensi daerah.

 

Pewarta: Fransiska Ninditya
Editor: Masuki M. Astro
Copyright © ANTARA 2022