Kita akan mampu meningkatkan perekonomian Indonesia menjadi negara maju menuju tingkat pendapatan tinggi secara adil dan merata
Sektor keuangan memiliki peran yang vital bagi perekonomian suatu negara, termasuk Indonesia, lantaran hampir seluruh kegiatan masyarakat berkaitan dengan sektor tersebut.
Sektor ini memobilisasi tabungan masyarakat hingga menyediakan pinjaman agar masyarakat bisa memenuhi kebutuhannya serta melakukan ekspansi usaha. Dalam kebijakan makroekonomi, sektor keuangan menjadi alat transmisi kebijakan moneter.
Dengan peran yang signifikan tersebut, sektor keuangan harus terus didorong agar perekonomian suatu negara bisa tumbuh lebih baik. Namun permasalahannya, sektor keuangan di Indonesia masih relatif dangkal, bahkan dibandingkan negara-negara ASEAN-5.
Hal tersebut dilihat dari aset bank per produk domestik bruto (PDB) karena Indonesia hanya mencapai 59,5 persen, jauh lebih rendah dibandingkan Malaysia yakni 198,6 persen, Filipina 99,2 persen, Singapura 572,1 persen, serta Thailand 146,4 persen.
Selain itu jika dilihat dari kapitalisasi pasar modal per PDB, Indonesia juga tercatat hanya sebesar 48,3 persen, sedangkan Malaysia sudah mencapai 109,9 persen, Filipina 93,2 persen, Singapura 189 persen, dan Thailand 120,9 persen.
Dari aset industri asuransi per PDB, Indonesia bahkan hanya 5,8 persen, jauh dari Malaysia yang sebesar 20,3 persen, Filipina 8,5 persen, Singapura 47,5 persen, dan Thailand 23,2 persen.
Begitu pula dengan aset dana pensiun per PDB, Indonesia hanya 6,9 persen, Malaysia 59,9 persen, Filipina 3,5 persen, Singapura 32,2 persen, serta Thailand 6,9 persen.
Permasalahan lainnya di sektor keuangan, yakni sektor perbankan (sumber pendanaan jangka pendek) masih mendominasi yaitu sebesar 76,7 persen pada tahun 2020. Padahal, pembiayaan pembangunan membutuhkan sumber pendanaan jangka panjang,
Industri Keuangan Non Bank (IKNB) sebagai sumber pendanaan jangka panjang memiliki porsi dan peran yang masih kecil terhadap sektor keuangan maupun PDB, terlihat dari porsi aset dana pensiun yang hanya 8,7 persen di 2020, lembaga pembiayaan 4,9 persen, dan asuransi 7,4 persen.
Seluruh kondisi tersebut menggambarkan kapasitas menghimpun dana oleh sektor keuangan Indonesia relatif rendah, sementara potensi pendalaman sektor ini masih sangatlah besar.
Masih dangkalnya sektor keuangan Indonesia juga terlihat dari beberapa permasalahan domestik, yaitu tingginya biaya transaksi di sektor keuangan, terbatasnya instrumen keuangan, rendahnya kepercayaan dan perlindungan investor serta konsumen, rendahnya literasi keuangan dan ketimpangan akses ke jasa keuangan yang terjangkau, serta kebutuhan penguatan kerangka koordinasi dan penanganan stabilitas sistem keuangan.
Maka dari itu, diperlukan reformasi di sektor keuangan melalui peningkatan akses ke jasa keuangan, perluasan sumber pembiayaan jangka panjang, peningkatan daya saing dan efisiensi, pengembangan instrumen dan memperkuat mitigasi risiko, serta peningkatan perlindungan investor dan konsumen.
Apalagi, ke depan terdapat tantangan berupa disrupsi teknologi yang semakin masif dan dampak perubahan iklim ke sektor keuangan. Analis politik dan ekonomi LAB 45 Reyhan Noor menilai disrupsi teknologi keuangan membuat urgensi RUU P2SK cukup tinggi.
Kepastian hukum menjadi penting bukan hanya untuk keberlangsungan investasi dan bisnis, melainkan sebagai jaminan perlindungan bagi masyarakat sebagai konsumen.
Seluruh reformasi yang diperlukan tersebut terangkum dalam Rancangan Undang-Undang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (RUU P2SK), yang saat ini sedang dibahas Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) bersama pemerintah.
RUU P2SK merupakan inisiatif DPR yang memandang pentingnya reformasi keuangan. Menteri Keuangan Sri Mulyani memiliki pandangan yang sama dengan DPR mengenai pentingnya rancangan aturan yang digagas dengan metode omnimbus law itu.
Melalui sektor keuangan yang memiliki fungsi intermediasi yang sangat kuat dan apabila sektor keuangan memiliki fungsi intermediasi yang kuat, efisien, stabil, dan dalam, serta kredibel atau dipercaya, serta inklusif.
“Kita akan mampu meningkatkan perekonomian Indonesia menjadi negara maju menuju tingkat pendapatan tinggi secara adil dan merata,” ujar Sri Mulyani dalam Rapat Kerja Komisi XI DPR beberapa waktu lalu.
Rencananya, akan ada 15 UU yang akan terdampak dan teramendemen dengan hadirnya RUU P2SK, yaitu UU Bank Indonesia, UU Otoritas Jasa Keuangan, UU Lembaga Penjamin Simpanan, UU Pencegahan dan Penanganan Krisis Sistem Keuangan, UU Perbankan, UU Perbankan Syariah, UU Pasar Modal, dan UU Perasuransian.
Kemudian UU Dana Pensiun, UU Lembaga Keuangan Mikro, UU Surat Utang Negara, UU Mata Uang, UU Perdagangan Berjangka Komoditi, UU Koperasi, serta UU Sistem Jaminan Sosial.
Anggota Komisi XI DPR Puteri Anetta Komarudin berharap reformasi di sektor keuangan dapat memperdalam dan meningkatkan efisiensi sektor keuangan Indonesia melalui perluasan jangkauan, produk, dan basis investor, perluasan sumber pembiayaan jangka panjang, peningkatan daya saing dan efisiensi, penguatan mitigasi risiko, dan peningkatan perlindungan investor dan konsumen.
Peran RUU P2SK untuk meningkatkan aspek perlindungan konsumen sektor keuangan saat ini sangat penting. Selain itu, kewajiban pelaku usaha sektor keuangan untuk mengatasi rendahnya literasi dan ketimpangan akses keuangan konvensional dan digital juga menjadi urgensi.
Hal itu mengingat rendahnya literasi keuangan salah satu faktor yang menyebabkan meningkatnya korban pinjaman online ilegal, rentenir ilegal, maupun “bank emok” ilegal.
Partisipasi publik
Kepala Pusat Makroekonomi dan Keuangan Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Rizal Taufikurahman menyarankan agar pembahasan RUU P2SK bisa dilakukan secara partisipatif dan terbuka dari berbagai pemangku kepentingan serta para pelaku sektor keuangan melalui diskusi dan konsultasi publik.
Jika sebelum penetapan RUU tidak dilakukan konsultasi publik terlebih dahulu, dirinya berpendapat hal tersebut akan sangat berisiko, di tengah UU Cipta Kerja yang juga masih dalam proses perbaikan usai keputusan Mahkamah Konstitusi.
Keduanya, menurut dia, sama-sama menggunakan metode omnimbus law sehingga jangan sampai kalau ini tergesa-gesa pada akhirnya akan terulang kejadian seperti UU Cipta Kerja dan pada akhirnya menambah pekerjaan rumah pemerintah.
Adapun Kementerian Keuangan bersama BI, OJK, dan LPS baru saja menyelenggarakan Konsultasi Publik mengenai RUU P2SK di beberapa daerah. Dalam kesempatan tersebut, Staf Khusus Menteri Keuangan Bidang Komunikasi Strategis Yustinus Prastowo mengajak masyarakat dan para pemangku berpartisipasi dalam pembahasan melalui meaningfull participation sebagaimana ketentuan pasal 96 UU Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.
Ketentuan UU tersebut menyebutkan partisipasi masyarakat dapat diberikan baik secara lisan dan/atau tulisan oleh orang atau sekelompok orang yang mempunyai kepentingan atas substansi suatu RUU.
"Kami ingin mengajak masyarakat, para pihak, untuk punya rasa kepemilikan yang lebih kuat agar RUU ini kelak ketika dibahas bersama DPR, dapat menjadi UU yang baik karena kredibel, transparan, akuntabel, mampu menangkap aspirasi, dinamika, dan memiliki komposisi yang kuat, baik aspek kebijakan, kelembagaan, maupun teknis administrasinya,” kata Yustinus.
Editor: Achmad Zaenal M
Pewarta: Agatha Olivia Victoria
Editor: Achmad Zaenal M
Copyright © ANTARA 2022