Menteri Investasi/Kepala BKPM Bahlil Lahadalia mengatakan ada kemungkinan pemerintah menaikkan pajak ekspor bijih nikel sebagai cara untuk melanjutkan hilirisasi salah satu mineral logam tersebut setelah Indonesia kalah dalam sengketa di Organisasi Perdagangan Dunia (WTO).
"Ini kan main di instrumen. Salah satu di antaranya bisa pajak ekspor mungkin kita naikkan, dan itu kewenangan kita," kata Bahlil di Istana Kepresidenan, Jakarta, Rabu.
Bahlil mengatakan kenaikan pajak ekspor nikel dimungkinkan sebagai cara lain di luar upaya banding yang akan diajukan Pemerintah Indonesia dalam sengketa dengan Uni Eropa (UE) di Badan Penyelesaian Sengketa (DSB) WTO terkait kebijakan larangan ekspor nikel.
Bahlil enggan merincikan cara lain tersebut karena hal itu merupakan “strategi” pemerintah yang perlu dirahasiakan.
“Mereka punya 1.000 akal, kita buat 2.000 akal. Indonesia ini orangnya pintar-pintar, tak bisa lagi, dan nyali kita tak kecil kok,” kata dia.
Setelah kalah dalam sengketa larangan ekspor nikel di WTO, Bahlil mengatakan Presiden Joko Widodo telah memerintahkan jajaran menteri untuk menyiapkan banding.
“Perintah Presiden hadapi dan lawan. Caranya, pertama adalah dengan banding, yang kedua adalah dengan cara-cara lain,” kata dia.
Dia menegaskan pemerintah akan tetap melanjutkan kebijakan hilirisasi nikel dengan menyetop ekspor bijih nikel untuk mengolahnya terlebih dahulu di dalam negeri sehingga memberikan nilai tambah bagi perekonomian.
Upaya hilirisasi sumber daya alam Indonesia, kata Bahlil, merupakan upaya pemerintah untuk menjadikan Tanah Air negara maju dari posisi saat ini sebagai negara berkembang. Upaya itu juga untuk meningkatkan pendapatan perkapita penduduk karena hilirisasi akan menciptakan banyak lapangan pekerjaan .
“Negara ini berdaulat, kan sudah kita sepakati dalam (deklarasi) G20 di paragraf ke 37, tentang komitmen masing-masing negara menghargai terhadap konsep hilirisasi dan penciptaan nilai tambah dan itu sudah jadi konsensus kemarin,” ujar Bahlil.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan kenaikan pajak ekspor bijih nikel memang menjadi sala satu opsi untuk melanjutkan kebijakan hilirisasi nikel. Namun, kata dia, pemerintah masih melihat perkembangan dari banding yang akan diajukan ke WTO. Saat ini, Kementerian Perdagangan sedang menyusun materi banding tersebut.
"Nanti kita lihat perkembangannya karena tentu kan ada mekanisme yang lain," kata Airlangga.
Dalam putusan DSB WTO, dinyatakan bahwa kebijakan Ekspor dan Kewajiban Pengolahan dan Pemurnian Mineral Nikel di Indonesia terbukti melanggar ketentuan WTO Pasal XI.1 GATT 1994 dan tidak dapat dijustifikasi dengan Pasal XI.2 (a) dan XX (d) GATT 1994. Putusan tersebut tercantum dalam final panel report yang sudah keluar pada 17 Oktober 2022.
Baca juga: Bahlil minta Sri Mulyani tambah DAK untuk genjot pertumbuhan investasi
Baca juga: Bahlil tegaskan hilirisasi jalan terus meski diintervensi WTO
Pewarta: Indra Arief Pribadi
Editor: Budi Suyanto
Copyright © ANTARA 2022