Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kualitas Kesehatan dan Pembangunan Kependudukan (Deputi III) Kemenko PMK, Agus Suprapto menyoroti masalah manajemen atau tata kelola dalam upaya percepatan penurunan stunting.Saya optimistis bahwa semuanya kalau bisa bergerak bersama dan bergotong royong kita bisa mencapai angka (prevalensi) 14 persen (di tahun 2024). Tahun ini kalau bisa 18 (persen) begitu, ya, kalau bisa
“Kalau angka (prevalensi) stunting kita masih 24,4 persen (pada 2021), secara teoritis ini ada permasalahan di manajemen di public gate-nya, bukan masalah biomedis,” katanya dalam Rapat Koordinasi Teknis Nasional Percepatan Penurunan Stunting yang diadakan secara hybrid di Jakarta, Senin.
“Tapi kalau seperti negara-negara lain, mungkin yang tingkat 10 persen ke bawah, itu mungkin terkait masalah biomedis. Tapi kalau masih di atas 20 persen itu masalah manajemen di lapangan masalahnya adalah di public gate problem-nya,” katanya.
Meski demikian, kata dia, Indonesia masih memiliki peluang terhadap kondisi tersebut apabila dapat memanfaatkan pemantapan konvergensi untuk percepatan penurunan stunting. Menurut dia, penurunan sebesar 3 hingga 3,5 persen per tahun masih dimungkinkan.
“Saya optimistis bahwa semuanya kalau bisa bergerak bersama dan bergotong royong kita bisa mencapai angka (prevalensi) 14 persen (di tahun 2024). Tahun ini kalau bisa 18 (persen) begitu, ya, kalau bisa,” katanya.
Di sisi lain, dalam upaya penurunan stunting, ia mengingatkan Indonesia tidak bisa memaksakan diri karena harus melihat berbagai problem sosial budaya yang dihadapi setiap daerah. Oleh karena itu, menurut dia, kelenturan di dalam implementasi-implementasi pelaksanaan Perpres No. 72 Tahun 2021 harus disesuaikan dengan sosial budaya setempat.
Pihaknya telah menyelenggarakan pendampingan terpadu di 12 Provinsi prioritas di 49 kabupaten/kota. Kedua belas provinsi tersebut merupakan wilayah dengan prevalensi dan jumlah kasus stunting tertinggi di Indonesia.
“Sebanyak 12 provinsi memang mempunyai beban yang sangat besar itu bisa sampai 60-70-an persen. Tapi efek domino daripada aktivitas di 12 provinsi ini kami berharap bisa lebih merangsang kabupaten lain, provinsi lain untuk bisa menyelesaikan masalah stunting,” katanya.
Ia menambahkan dalam beberapa kali pendampingan, terdapat catatan-catatan yang ditemukan.
Beberapa di antaranya termasuk masih belum melibatkan perguruan tinggi dan mitra di daerah; koordinasi belum rutin sehingga diperlukan koordinasi yang bersifat tematik dan perencanaan serta penunjukan koordinator; hingga keterlibatan OPD masih kurang dalam koordinasi perencanaan dan data; dan seterusnya, demikian Agus Suprapto.
Baca juga: Kemenko PMK: RI peringkat 115 stunting tertinggi secara global
Baca juga: Menko PMK: Penanganan stunting libatkan semua kementerian dan lembaga
Baca juga: Kemenko PMK: Perbaikan sanitasi di daerah kumuh tekan kasus stunting
Baca juga: Kemenko PMK dorong pemanfaatan pangan lokal untuk cegah kekerdilan
Pewarta: Rizka Khaerunnisa
Editor: Andi Jauhary
Copyright © ANTARA 2022