Wakil Presiden RI Ma’ruf Amin mencermati masih adanya beberapa persoalan terkait upaya percepatan penurunan stunting yang perlu segera dibenahi bersama.
"Saya masih mencatat masih terjadi beberapa persoalan di lapangan, khususnya hasil pendampingan terpadu di 12 provinsi prioritas yang sudah dilakukan bersama oleh kementerian dan lembaga,” kata Wapres dalam acara Forum Nasional Stunting 2022 di Jakarta, Selasa.
Persoalan pertama, kata Wapres, terkait tata kelola, pelaksanaan intervensi spesifik, dan intervensi sensitif.
"Masalah besar dalam tata kelola adalah koordinasi. Saya minta koordinasi antarlembaga di semua tingkatan pemerintahan ini dapat dibenahi,” jelasnya.
Dia meminta para gubernur dan wakil gubernur, bupati dan wakil bupati, wali kota dan wakil wali kota, camat, kepala desa dan lurah, untuk memimpin secara langsung koordinasi pelaksanaan program dalam lingkup kewenangannya.
Masalah kedua yakni pada garda terdepan pelaksana program, yaitu para pelaku di tingkat desa dan masyarakat, di mana kapasitas sumber daya manusia, ketersediaan sarana dan prasarana, koordinasi antarpelaksana, serta dukungan operasional masih perlu dioptimalkan.
Wapres menekankan banyak kader percepatan penurunan stunting yang secara sukarela bekerja di lapangan.
Menurutnya, kader-kader tersebut membutuhkan pengoordinasian dan pembagian peran yang baik serta perlu dibekali pengetahuan, alat kerja, juga dukungan operasional yang mencukupi.
"Kader Posyandu, Tim Penggerak PKK, Penyuluh Keluarga Berencana, Bidan Desa, Kader Sanitasi, Kader Pembangunan Manusia, Karang Taruna, Petugas Puskesmas dan penggiat lainnya sangat potensial sebagai garda terdepan yang dapat kita andalkan,” kata dia.
Wapres juga meminta kementerian dan lembaga yang secara struktural mempunyai kader di lapangan, bersama para gubernur, bupati, wali kota, camat, kepala desa, dan lurah, untuk menguatkan pengoordinasian para penggiat di lapangan, meningkatkan kapasitas, dan memberikan dukungan bagi pelaksanaan tugasnya.
Pada kesempatan itu dia menyampaikan Forum Nasional Stunting Tahun 2022 menjadi momen penting untuk melakukan evaluasi, introspeksi, dan refleksi. Sebab waktu menuju target 14 persen hanya tersisa kurang dari dua tahun.
“Alhamdulillah, prevalensi stunting berhasil diturunkan dari 30,8 persen pada tahun 2018 menjadi 24,4 persen pada tahun 2021. Kita masih menunggu hasil Studi Status Gizi Indonesia tahun 2022 oleh Kementerian Kesehatan. Dengan mempertimbangkan kerja keras, kerja cerdas, dan kerja kolaboratif yang selama ini didorong, saya berharap tren penurunan prevalensi stunting juga akan berlanjut pada tahun ini,” harapnya,
Sementara itu Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Hasto Wardoyo dalam laporannya menyampaikan permasalahan stunting masih menjadi perhatian utama dari pemerintah, guna menyiapkan sumber daya manusia unggul dalam mencapai Indonesia Maju.
Dia mengatakan berdasarkan data Bank Dunia, human capital index Indonesia masih berada di urutan 130 dari 199 negara, yang disebabkan salah satunya karena kualitas SDM Indonesia yang masih harus terus dipacu.
Dia menyampaikan kualitas SDM Indonesia itu turut dicerminkan dari angka stunting yang sekarang masih 24,4 persen. Berdasarkan arahan Presiden dan Wapres, di tahun 2024 Indonesia harus bisa mencapai angka stunting 14 persen.
"Dari beberapa tahun sebelum tahun 2022 ini, penurunan stunting belum pernah melewati angka 2 persen per tahun. Sesuai arahan Bapak Wapres di tahun 2022 ini diharapkan optimalisasi penurunan angka stunting bisa mencapai 3 persen, sehingga bisa diproyeksikan tahun 2024 bisa mencapai angka 14 persen. Oleh karena itu kita perlu bekerja keras dalam rangka mencapai target tersebut,” kata Hasto.
Baca juga: Pemerintah berupaya selesaikan persoalan penyederhanaan birokrasi
Baca juga: Wapres: Impor beras untuk antisipasi kekurangan stok nasional
Baca juga: BKKBN: Kerja keras harus dilakukan guna turunkan prevalensi stunting
Pewarta: Rangga Pandu Asmara Jingga
Editor: Nurul Hayat
Copyright © ANTARA 2022