"Cukup banyak kreator konten yang memanfaatkan anak untuk meraup keuntungan ekonomi. Hal ini perlu diantisipasi jangan sampai menjadi bentuk lain dari upaya eksploitasi anak yang harus sama-sama diperangi," kata Christina dalam Seminar Nasional bertajuk "Disrupting Harm in Indonesia: Darurat Eksploitasi Anak, Bagaimana Masa depan Indonesia?" di Kampus Universitas Budi Luhur, Jakarta, Rabu.
Christina mengatakan fenomena eksploitasi anak saat ini bukan hanya terjadi di jalanan, tetapi juga di ruang digital melalui media-media sosial.
Dia mencontohkan TikTok saat ini makin banyak anak-anak dimanfaatkan untuk meminta-minta sumbangan, misalnya seorang anak berkebutuhan khusus yang diajak ibunya melakukan siaran langsung TikTok dan mengharapkan gift dari penonton siaran.
"Kesannya memang berharap ada rasa iba melihat kondisi anak tersebut, tapi di sisi lain ini menjadi cara lain eksploitasi anak oleh orang tuanya untuk kepentingan ekonomi. Fenomena ini patut kita waspadai dan menjadi perhatian bersama," jelasnya.
Baca juga: Psikolog: Komunikasi yang baik dengan anak cegah dampak buruk medsos
Bentuk lain, lanjut Christina, ialah ada banyak konten ketika orang tua melakukan prank terhadap anak balita. Menurut dia, konten tersebut disangka menghibur bagi orang dewasa karena melihat anak kecil tersebut menangis ketika di-prank atau lebih tepatnya ditakut-takuti. Namun bagi anak, tambahnya, dapat berbekas dan meninggalkan trauma.
"Konten ini sempat viral dan ini bentuk lain kekerasan dan eksploitasi terhadap anak juga. Intinya, masyarakat jangan latah dan harus bijak, pikirkan yang terbaik untuk anak," kata Christina.
Dia berharap ada peran serta masyarakat semakin aktif dan adanya peningkatan kesadaran untuk melawan praktik-praktik eksploitasi anak yang masih marak terjadi. Menurut dia, masih ditemukan banyak kasus eksploitasi anak di jalanan. Sehingga, minimal perlu pendekatan untuk memastikan pada orang tuanya agar tidak melakukan praktik tersebut.
"Atau, jika terkait sindikat, maka harus melapor ke aparat penegak hukum; dan terkait di media sosial, kita punya tugas untuk melaporkan akun-akun yang melakukan eksploitasi anak agar dilarang serta langkah lain yang kita anggap perlu," ujarnya.
Christina mengapresiasi komunitas akademik Universitas Budi Luhur yang memberikan perhatian pada isu eksploitasi anak. Menurut dia, kampus adalah tempat membangun ide atau gagasan bagaimana peristiwa di masyarakat dicermati sekaligus dicarikan solusi.
Baca juga: KPAI siapkan layanan di media sosial terkait perlindungan anak
Pewarta: Imam Budilaksono
Editor: Fransiska Ninditya
Copyright © ANTARA 2022