Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) menyarankan kepada pemerintah untuk merelokasi 1.800 rumah di Cianjur karena berada di zona berbahaya yang terlarang untuk dibangun rumah kembali di area Patahan Cugenang seluas 8,09 kilometer persegi.Zona berbahaya harus dikosongkan dari bangunan tempat tinggal, namun bisa dialihkan menjadi lahan pertanian, resapan, konservasi
Kepala BMKG Dwikorita Karnawati melalui keterangan pers secara daring diikuti di Cianjur, Jawa Barat, Kamis, menyebutkan gempa Cianjur bermagnitudo 5,6 dipicu pergeseran sesar baru yang dinamakan Patahan Cugenang. Berdasarkan hasil penelusuran, ditemukan ada patahan yang baru teridentifikasi melintasi Kecamatan Cugenang.
"Karena patahan-nya di wilayah Cugenang maka dinamakan Patahan Cugenang, patahan yang baru terbentuk atau ditemukan melintasi 9 desa di dua kecamatan dengan lintasan yang mengarah ke barat laut tenggara," katanya.
Sembilan desa yang dilintasi garis patahan 8 desa di Kecamatan Cugenang, Desa Ciherang, Desa Ciputri, Desa Cibeureum, Desa Nyalindung, Desa Mangunkerta, Desa Sarampad, Desa Cibulakan, dan Desa Benjot, sedangkan ujungnya di Desa Nagrak, Kecamatan Cianjur.
Baca juga: BMKG: Curah hujan di Indonesia masuk tiga besar di dunia
Baca juga: BMKG: Waspadai gelombang laut di Natuna mencapai 4 meter
Zona berbahaya harus dikosongkan dari bangunan tempat tinggal, namun bisa dialihkan menjadi lahan pertanian, resapan, konservasi hingga objek wisata dengan catatan tanpa bangunan.
"Untuk konsepnya ruang terbuka tanpa ada bangunan, sehingga ketika kembali terjadi gempa di titik yang sama tidak ada bangunan yang ambruk menimpa warga atau korban jiwa. Namun intinya di lahan tersebut terlarang dari bangunan," katanya.
BMKG juga meminta pemerintah daerah untuk tetap siaga dan waspada terhadap sesar aktif yang melintasi wilayah Cianjur, bahkan pihaknya telah memberikan peta sesar ke Pemkab Cianjur untuk menjadi acuan dan diwaspadai.
Baca juga: BMKG minta warga tidak mendirikan bangunan kembali di Patahan Cugenang
Baca juga: Gempa di Sukabumi akibat patahan batuan dalam Lempeng Indo-Australia
Pewarta: Ahmad Fikri
Editor: Agus Salim
Copyright © ANTARA 2022