"Penanggulangan bencana tidak bisa hanya dilakukan oleh BNPB atau salah satu institusi saja, sehingga dikatakan bencana adalah urusan bersama. Di setiap tahap penanggulangan bencana, BNPB telah bersinergi dan berkoordinasi dengan lintas kementerian dan lembaga, tidak terkecuali TNI," kata Suharyanto dalam keterangan tertulis diterima di Jakarta, Selasa.
Menurut dia, tuntutan dan tanggung jawab dalam penanggulangan bencana semakin kompleks dan dinamis, ditambah adanya perubahan karakteristik kejadian bencana, sehingga menuntut adanya sinergitas antarkementerian/lembaga, tidak terkecuali TNI.
Suharyanto saat menjadi pembicara dalam Seminar Nasional "Penguatan Kolaborasi Lintas Aktor Dalam Penanggulangan Bencana" yang diselenggarakan oleh Paguyuban Alumni Sesko TNI (PASTI) bersama BNPB di Hotel Borobudur, Jakarta, mengatakan sesuai dengan Undang-Undang Nomor24 Tahun 2007, BNPB diamanatkan untuk memegang fungsi koordinasi pada tahap kesiapsiagaan, pencegahan, dan mitigasi bencana.
"Contohnya sekarang, kita berkoordinasi dengan PASTI agar saat terjadi bencana nanti sudah tahu tugas dan perannya sehingga penanganannya lebih mudah," katanya.
Baca juga: BNPB: Fasum dan fasos perlu diperkuat untuk menghadapi potensi gempa
Dia juga mencontohkan, pada saat kejadian banjir di Sintang pada 2021 lalu yang terjadi selama satu bulan, setelah masa tanggap darurat selesai BNPB berkoordinasi dengan Kementerian PUPR untuk membangun tanggul dan waduk di sekitar Sungai Kapuas untuk menahan dan menampung debit air.
"Kemarin sempat terjadi banjir lagi, namun tidak sampai 1 bulan. Artinya sinergitas dan upaya mitigasi tersebut berhasil," katanya.
Suharyanto menjelaskan, TNI dapat terlibat pada tahap prabencana salah satunya dengan memberikan edukasi dan sosialisasi kebencanaan kepada masyarakat.
"Babinsa dan Bhabinkamtibmas setiap saat dapat melakukan sosialisasi dan edukasi untuk membangun kesadaran masyarakat terkait kebencanaan di wilayahnya," kata Suharyanto yang juga pernah menjabat sebagai Pangdam V Brawijaya.
Sementara pada tahap tanggap darurat, BNPB memegang fungsi komando. Artinya, seluruh kegiatan penangan darurat bencana ada di bawah kendali dan pantauan BNPB.
"Jadi setiap kegiatan dan tindakan penanganan darurat di lapangan mohon betul dikoordinasikan dengan BNPB, termasuk kebutuhan anggaran," katanya.
Dia menambahkan, pada tahap tanggap darurat, BNPB dan kementerian terkait sangat bergantung kepada personel TNI. Sebab, TNI memiliki struktur organisasi yang vertikal dari pusat hingga daerah, sehingga pengerahan sumber daya dapat dilakukan dengan efektif.
Baca juga: BNPB: Potensi bencana hidrometeorologi merata pada Desember
"Walaupun komando tetap berada di BNPB, kami tetap membutuhkan TNI untuk mengerahkan sumber daya manusianya karena struktur organisasi TNI yang vertikal tadi. Tentu saja fungsi ini sangat strategis pada saat pelaksanaan tanggap darurat di lapangan," katanya.
Pada saat terjadi bencana dan berdampak di beberapa kabupaten/kota, pengaktifan pos komando (posko) tanggap darurat bencana di daerah dapat dipimpin oleh gubernur sebagai Komandan Satuan Tugas (Dansatgas), dengan wakilnya adalah Pangdam dan Kapolda sebagai Wakil Dansatgas. Namun, apabila berdampak hanya di 1 kabupaten/kota, maka bupati/wali kota menjadi Dansatgas dan Wakil Dansatgasnya adalah Dandim dan Kapolres.
"Fungsi TNI ini sangat penting dan krusial, hal ini yang perlu terus dikomunikasikan kepada penerus di TNI sehingga ketika terjadi bencana nanti sudah siap ketika ditunjuk menjadi Wakil Dansatgas posko tanggap darurat," katanya.
Pada masa rehabilitasi dan rekonstruksi, TNI dapat berperan dalam percepatan upaya rehabilitasi dan rekonstruksi. Seperti halnya di Provinsi NTB pada tahun 2019, BNPB bersama TNI membangun kembali rumah warga yang rusak akibat gempa bumi.
Selain bencana alam, TNI juga berperan dalam penanganan bencana pandemi COVID-19 dan Penyakit Mulut dan Kuku (PMK). TNI berperan dalam monitoring penegakan protokol kesehatan, membantu pelaksanaan tracing dan vaksinasi, melakukan penyaluran bantuan sosial, vaksinator, dan personel posko PPKM.
Baca juga: Kepala BNPB: Peran pemda penting sebagai komandan satgas bencana
Selain itu, dia menyampaikan pentingnya kolaborasi dalam penanggulangan bencana. Suharyanto menjelaskan Indonesia merupakan laboratorium bencana di mana seluruh jenis bencana pernah terjadi di Indonesia. Hingga Senin (12/12) saja, sebanyak 3.350 kali kejadian bencana terjadi di Tanah Air. Artinya, dalam satu hari ada 4 hingga 5 bencana yang terjadi.
Pewarta: Devi Nindy Sari Ramadhan
Editor: Bambang Sutopo Hadi
Copyright © ANTARA 2022