"Delik miras dalam KUHP lama ini terdapat pada pasal 300. Unsur deliknya tidak berubah, hanya ancaman pidananya yang dibedakan antara satu perbuatan dengan perbuatan lainnya," kata Taufik ketika dihubungi ANTARA di Jakarta, Rabu.
Pasal 300 KUHP ini, tutur Taufik, berlaku selama berpuluh-puluh tahun dan selama itu pula tidak ada permasalahan sebagaimana yang dikhawatirkan. Salah satu permasalahan yang dikhawatirkan adalah mengganggu pariwisata.
Oleh karena itu, lanjut Taufik, tidak tepat jika mempermasalahkan KUHP baru dengan mempertanyakan pasal 424 yang sebenarnya bukan pasal baru.
Taufik juga menjelaskan bahwa KUHP baru menggunakan prinsip pemidanaan modern. Dengan demikian, pendekatan yang digunakan dalam implementasi KUHP ini lebih kepada pendekatan restoratif, korektif, dan rehabilitatif.
"Pemidanaan tidak menjadi hal yang utama, tetapi menjadi upaya terakhir ketika upaya yang dilakukan dalam penyelesaian masalah tidak tercapai," ucapnya.
Berdasarkan hal tersebut, Taufik berharap agar penegakan hukum memperhatikan berbagai aspek sesuai dengan kondisinya masing-masing, termasuk juga pasal yang terkait dengan minuman keras.
"Tentu akan ada banyak aspek yang dipertimbangkan ketika pasal ini akan diterapkan," ucap Taufik.
Pernyataan tersebut merupakan respons Taufik Basari terkait pasal 424 KUHP yang mengatur mengenai minuman dan bahan memabukkan. Baru-baru ini, publik khawatir pasal 424 KUHP dapat mengganggu sektor pariwisata.
Dalam pasal 424 ayat (1) disebutkan bahwa orang yang menjual atau memberi minuman atau bahan yang memabukkan kepada orang yang sedang dalam keadaan mabuk, dipidana dengan pidana penjara paling lama satu tahun atau pidana denda paling banyak kategori II.
Pewarta: Putu Indah Savitri
Editor: Didik Kusbiantoro
Copyright © ANTARA 2022