Revolusi perubahan perilaku menjadi penting.
Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) menyatakan percepatan penanganan penurunan prevalensi stunting telah mendorong masyarakat mengubah pola perilakunya ke arah yang lebih baik.
"Revolusi perubahan perilaku menjadi penting. Inovasi saja tidak cukup, tetapi untuk suatu revolusi perubahan perilaku, kuncinya ada di komunikasi," kata Kepala BKKBN Hasto Wardoyo dalam Webinar IDIK: Komunikasi Merawat Negeri yang diikuti secara daring di Jakarta, Rabu.
Hasto menuturkan bahwa saat ini masyarakat Indonesia masih memiliki perilaku yang harus diubah sebab banyak daerah masih menghadapi masalah dengan air bersih dan sanitasi.
Hal itu terjadi karena adanya kebiasaan buang air besar sembarangan, tidak adanya jamban layak di rumah, ataupun membuang sampah ke dalam sungai atau sumber air lainnya. Meski kebanyakan terjadi karena mengalami kemiskinan, kini masyarakat terbawah sedikit mulai memahami pentingnya kebersihan lingkungan rumah.
Dalam pemilihan makanan dalam keluarga, menurut dia, walaupun ikan ataupun telur bisa didapatkan dengan harga yang relatif lebih murah, banyak keluarga lebih memilih untuk memberikan mi atau makanan pabrikan dan jajanan tidak sehat seperti cilok untuk diberikan anak-anak.
Akhirnya, anak mengalami kekurangan gizi karena asupan makanan yang diberikan tidak seimbang. Menurutnya, sudah saatnya Indonesia untuk mencontoh negara seperti Jepang yang melakukan perubahan perilaku dengan mendorong rakyatnya memakan ikan agar dapat meningkatkan kecerdasan otak anak.
"Betapa kita prihatin padahal telur sehari satu itu cukup untuk mengatasi stunting. Kita bisa ubah dengan KIE yang baik berkomunikasi informasi dan edukasi yang baik bisa mengubah mindset mereka,” ujarnya.
Lewat digencarkannya sosialisasi stunting melalui media sosial, masyarakat kini mulai memahami jika salah satu faktor terjadinya stunting berawal dari kurangnya asupan gizi pada anak.
Baca juga: Meski prevalensi turun stunting tetap jadi urgensi negara
Baca juga: Rata-rata skor IQ anak Indonesia hanya mencapai 78,49
Hal lain yang terasa adalah calon pengantin yang semula lebih mengutamakan pre wedding dibandingkan pre konsepsi, kini secara tegas dianjurkan untuk memeriksakan kesehatannya terlebih dahulu dan disiapkan secara matang.
Sebelum menikah para calon akan dibekali dengan informasi terkait kesehatan, agama, dan kehidupan berumah tangga yang baik bersama para ahli agar terhindar dari risiko yang mengancam ketahanan keluarga.
Hasto juga menilai sejak adanya aplikasi Elsimil, status kesehatan semua orang yang akan menikah telah tersusun lebih rapih by name by address sehingga intervensi atau penanganan yang diberikan lebih mudah dan tepat.
Oleh karena itu, kampanye perubahan perilaku harus lebih digaungkan agar masyarakat dapat mengubah pola perilakunya menjadi lebih peduli dalam mewujudkan rumah bersih dan layak bagi keluarga.
BKKBN sendiri mulai melakukan analisis media sosial terkait dengan pembicaraan terkait dengan stunting seperti di Twitter, supaya dapat melihat sejauh mana pemahaman masyarakat terkait dengan masalah gizi pada anak itu.
Dengan demikian, lahirnya anak stunting baru dapat dicegah sejak dari lingkungan keluarga. Di sisi lain, perubahan perilaku juga dapat mendorong tatanan kehidupan dan aspek kesehatan jauh lebih baik utamanya bagi ibu dan bayi.
"Tentu pencegahan stunting dimulai dari perubahan perilaku. Di depan perilaku individu maupun perilaku keluarga terdapat menjaga sanitasinya, pola makannya, mindset untuk mempersiapkan kehamilannya," katanya.
Pewarta: Hreeloita Dharma Shanti
Editor: D.Dj. Kliwantoro
Copyright © ANTARA 2022