"Konsep hospital based menurut saya untuk pendidikan dokter spesialis, usai dia lulus dokter umum, kemudian saat mau masuk spesialis. Saat ini di Indonesia masih dikelola oleh universitas, padahal peserta program dokter spesialis sekolahnya di rumah sakit karena dia harus dapat kasus dan ikut bimbingan dari dokter-dokter senior di rumah sakit. Realitanya seperti itu," kata anggota Divisi Pembinaan Konsil Kedokteran KKI Hisyam Said di Bogor, Jawa Barat, Kamis malam.
Ia mengatakan, hampir di seluruh dunia penerapan pendidikan dokter spesialis dilakukan melalui hospital based, termasuk tenaga pengajar hingga kurikulumnya dikelola oleh lembaga akreditasi tersendiri.
Khusus untuk pendidikan dokter umum, kata Hisyam, tetap dilakukan di universitas, karena sampai sarjana kedokteran tetap harus menunaikan jenjang pendidikan umum. "Setelah sarjana kedokteran, dia baru pendidikan profesi," katanya.
Baca juga: Menkes sebut Indonesia butuh ribuan dokter spesialis
Hisyam mengatakan, saat ini diperlukan akselerasi produksi dokter spesialis di Indonesia melalui pendidikan di rumah sakit, mengingat jumlah universitas yang memiliki kemampuan mencetak dokter spesialis di Tanah Air jumlahnya masih sangat terbatas.
"Universitas dari 92 yang mumpuni, cuma 20 universitas di antaranya yang punya pendidikan spesialis. Ini sampai kapan ngejarnya (produksi dokter spesialis-red)," katanya.
Hal lain yang juga perlu untuk diantisipasi secara matang dalam implementasi pendidikan dokter spesialis hospital based adalah masalah kesenjangan pendapatan antara peserta yang menempuh pendidikan di universitas dengan di rumah sakit.
Alasannya, pendidikan kedokteran di rumah sakit dilakukan secara magang yang memungkinkan adanya pendapatan insentif dari tempat belajar. Sementara pendidikan di universitas umumnya peserta memiliki kewajiban untuk membayar ke pihak pengelola universitas.
"Sebenarnya pada aturan Undang-Undang Pendidikan Kedokteran mengamanatkan adanya hak peserta dokter spesialis menerima bayaran. Walau university based, ada semacam tunjangan yang ditujukan kepada peserta Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS), Tapi aturan turunannya tidak ada, sehingga tidak pernah dibayarkan, yang terjadi justru PPDS malah bayar," katanya.
Ketentuan tersebut berada di bawah kewenangan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) untuk alokasi dana melalui APBN. Kalau di rumah sakit nanti masuk ke daftar isian pelaksanaan anggaran (DIPA) Kemenkes, nanti dibayar sebagai orang yang bekerja sekaligus belajar.
Baca juga: MKKI: Jumlah dokter spesialis diharapkan naik melalui program AHS
Sebelumnya, Menteri Kesehatan RI Budi Gunadi Sadikin mengemukakan konsep pendidikan dokter spesialis berbasis rumah sakit merupakan sistem terbaru untuk meningkatkan jumlah serta upaya pemerataan dokter spesialis di seluruh kabupaten/kota di Indonesia.
"Krisis dokter spesialis saat ini tidak cukup mampu untuk melayani kebutuhan layanan kesehatan seluruh masyarakat Indonesia. Maka dari itu kami butuh melakukan pembaharuan sistem," katanya.
Ia mengatakan Indonesia saat ini mengalami krisis ketersediaan dokter spesialis yang disebabkan oleh kurangnya angka produksi dan tidak meratanya distribusi dokter spesialis ke seluruh fasilitas layanan kesehatan di Indonesia.
Berdasarkan data WHO, rasio kebutuhan dokter untuk warga negara Indonesia adalah 1:1.000 penduduk. Sedangkan rasio untuk negara maju ada di angka 3 banding 1.000 penduduk, bahkan beberapa negara berupaya mencapai rasio sebanyak 5 berbanding 1.000 penduduk.
Konsep pendidikan dokter spesialis melalui hospital based dapat memungkinkan adanya sistem pembayaran gaji bagi peserta Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) untuk mendukung upaya produksi dan pemerataan dokter spesialis.
“Konsep pendidikan dokter spesialis berbasis rumah sakit juga memungkinkan adanya sistem pembayaran gaji bagi peserta PPDS untuk memperbanyak produksi dan pemerataan dokter spesialis," katanya.
Baca juga: Menkes: Pendidikan berbasis RS kebijakan baru atasi krisis dokter
Budi mengatakan kebijakan itu ditetapkan bukan untuk mengurangi produksi dokter dalam sistem universitas, melainkan untuk membuka peluang baru dan menambah jumlah dokter spesialis melalui sistem pendidikan berbasis rumah sakit.
Pewarta: Andi Firdaus
Editor: Bambang Sutopo Hadi
Copyright © ANTARA 2022