Kamakura adalah salah satu kota dengan destinasi wisata budaya dan religi di Prefektur Kanagawa, provinsi yang berbatasan dengan Tokyo bagian selatan.
“Kamakura sangat tenang dan kota yang sangat spiritual. Banyak kuil dan pemuka agama dan itu bagus. Di sini juga ada gereja dan semua orang hidup berdampingan. Ini kota yang sangat toleran,” kata Muhammad Albarnossi, pengusaha kebab halal, saat ditemui di Kamakura, Selasa.
Salah satu yang paling terkenal dari wisata di Kamakura adalah The Great Buddha atau Daibutsu, yakni patung Buddha yang terletak di Kuil Kotoku-in.
Patung Buddha di Kamakura adalah yang terbesar kedua di Jepang dengan berat 93 ton dan tinggi 13 meter setelah The Great Buddha di Prefektur Nara.
Untuk masuk ke kawasan tersebut, pengunjung harus merogoh kocek 300 yen (Rp36.000) untuk orang dewasa dan 150 yen (Rp18.000) untuk anak-anak.
Di dalamnya, umat Buddha dapat melakukan ibadah dengan peralatan yang tersedia. Sedangkan untuk wisatawan lainnya dapat berfoto, terutama di musim gugur karena banyak tanaman berdaun maple khas Jepang atau momiji di sekelilingnya.
Ada pula kuil-kuil yang menjadi destinasi wisata religi lainnya, yaitu Kuil Hokokuji, Tsurugaoka, Hachimagu, Hasedera, Meigetsu, Engakuji, Zeniarai, dan Sasuke Inari.
Kamakura juga terkenal dengan kota shogun atau panglima militer tertinggi zaman Jepang kuno. Tidak heran, banyak ditemukan bangunan-bangunan bersejarah di kota itu.
Untuk menuju ke Kamakura, pengunjung bisa menggunakan kereta monorel Shonan Monoraill yang melintasi Enoshima, Kota Fujisawa, hingga Ofuna, Kota Kamakura.
Jalur itu terbentang sepanjang enam kilometer yang melewati tujuh stasiun dengan jarak tempuh 14 menit.
Dengan membayar tarif 320 yen (Rp38.000), pengunjung dapat menikmati sensasi naik kereta layang sembari melihat pemandangan dari ketinggian.
Saat ini, banyak wisatawan terlihat kembali mengunjungi Kota Kamakura yang sempat mati suri akibat pandemi COVID-19.
Albarnossi, yang membuka usaha kebab selama 35 tahun di Kamakura, juga mengaku mengalami masa-masa sulit saat pandemi sebab kota tersebut mengandalkan pariwisata.
“Sangat sulit karena kota ini bergantung pada pariwisata dan peziarah. Tidak ada yang datang selama pandemi,” ujar pria asal Maroko itu.
Namun, dia menambahkan sejak November kondisi mulai membaik, wisatawan lokal dan mancanegara kembali berdatangan, terutama sejak pemerintah Jepang mencabut pembatasan perjalanan pada 11 Oktober lalu.
Wisatawan asal Indonesia Auzi Amazia yang baru saja melancong ke Jepang mengaku saat ini persyaratan sudah semakin longgar, yang penting sudah menerima dua dosis vaksin COVID dan satu dosis penguat (booster).
“Menurutku, ini memang saatnya orang-orang harus bisa hidup di situasi COVID ini, hidup dengan COVID. Di Jepang, orang-orang tetap pakai masker dan aku ikuti saja. Kewajiban itu enggak terlalu banyak berpengaruh ke perjalanan dan menikmati travelling-nya,” katanya.
Baca juga: Miliarder Jepang pilih bintang K-Pop tamasya ke luar angkasa
Baca juga: Momiji masih jadi daya tarik wisata musim gugur di Jepang
Baca juga: Jepang akan longgarkan aturan COVID-19 di perbatasan bulan depan
Pewarta: Juwita Trisna Rahayu
Editor: Anton Santoso
Copyright © ANTARA 2022