"Kemarin lihat Jung Kook di Piala Dunia?"
Pertanyaan seperti itu belakangan ini menjadi hal yang lazim saat bertemu teman atau kenalan baru.
Tentu drama yang dimaksud bukan keributan yang sedang terjadi di media sosial atau perkembangan terbaru dari persidangan Ferdy Sambo. Drama Korea, alias "drakor", apakah "Under the Queen's Umbrella" atau "Alchemy of Souls", yang sedang tayang di layanan streaming.
Pembicaraan soal drakor dan K-Pop seolah tidak ada habisnya akhir-akhir ini. Belum sepekan berselang dari kedatangan aktor "Descendants of The Sun" Song Joong-Ki ke Jakarta, penggemar budaya Korea kembali dibuat heboh dengan kunjungan Choi Siwon, bulan ini.
Mungkin sulit untuk menghitung berapa banyak penggemar drakor dan K-Pop di Indonesia, namun, survei KOFICE berjudul Global Hallyu Trends pada 2020 menunjukkan Indonesia termasuk salah satu negara di dunia dengan pertumbuhan tertinggi untuk popularitas Hallyu, gelombang budaya pop Korea.
Kedatangan para bintang asal Korea Selatan ke Indonesia pun sejalan dengan survei itu. Song Joong-Ki termasuk ke daftar lima besar aktor drakor paling disukai di Indonesia, selain Lee Min-ho, Song Hye-Kyo dan Gong Yoo.
Begitu juga dengan Super Junior, grup tempat Choi Siwon berkarya, juga masuk lima besar penyanyi K-Pop yang paling populer di Indonesia. BTS, Blackpink Exo dan IU juga menjadi penyanyi favorit K-poper Indonesia.
Anggota Dewan Profesor ASEAN di Korea Ratih Indraswari saat berdiskusi dengan jurnalis peserta Indonesian Next Generation Journalist Network on Korea menilai budaya Korea sangat populer di Indonesia berkat media sosial dan jumlah generasi muda yang banyak.
"Popularitas Hallyu tumbuh karena tingkat pengguna internet yang tinggi di Indonesia," kata Ratih.
Mengapa populer?
Profesor Studi Internasional di Korea University Andrew Eungi Kim mengatakan Hallyu bermula dari ketiadaan ekspor budaya dari Korea Selatan.
"Selama berpuluh-puluh tahun, Korea Selatan terkenal karena industri otomotif, ponsel, dan teknologi," kata Kim.
Korea Selatan akhirnya berusaha mengemas budaya mereka dan memperkenalkannya ke mancanengara. Kim menilai popularitas Hallyu disokong banyak faktor, salah satunya kesuksesan ekonomi.
Kesuksesan ekonomi membuat pelaku industri bisa mengemas produk budaya berkualitas terbaik, menarik, sekaligus bergaya. Kesuksesan ekonomi juga membuat Korea Selatan bisa mengembangkan soft power, citra yang diingat ketika mendengar nama sebuah negara.
Dalam hal ini, ketika mendengar "Korea Selatan", hal yang langsung terbayang adalah K-Pop dan drakor.
Popularitas Hallyu juga tidak terlepas dari campur tangan pemerintah Korea Selatan. Pemerintah Korea Selatan, kata Kim, meyakini ketertarikan terhadap budaya pop bisa memperkuat citra dan ekspor mereka.
Pemerintah Korsel membentuk badan pada tahun 2000 untuk mengawasi dan mengatur promosi industri konten mereka, yaitu Korea Creative Content Agency.
Bahwa BTS dan Blackpink begitu populer hingga bisa berduet dengan musisi asal Amerika Serikat, salah satu kiblat industri musik dunia, juga tidak terlepas dari peran agensi hiburan, yang memiliki standar yang ketat untuk para talenta mereka.
"Ketika melepas karya ke pasar, produk sudah sempurna," kata Kim.
Tentu popularitas para bintang K-pop dan drakor tidak lepas dari penggemar mereka. Secara sukarela penggemar melakukan berbagai hal untuk mendukung idola mereka, mulai dari membeli CD, menonton karya di berbagai platform supaya statistik naik, sampai menerjemahkan lirik lagi ke Bahasa Inggris atau bahasa lainnya.
Demam Hallyu
Dunia kini terjangkit "demam Hallyu" lantaran budaya pop Korea begitu gegap gempita, tidak terkecuali Indonesia. Di satu sisi, popularitas K-Pop dan drakor membuat Korea Selatan berhasil dikenal dari segi budaya dan hiburan, tidak melulu industri otomotif dan teknologi.
Di sisi lain, Andrew melihat popularitas K-Pop dan drakor menimbulkan miskonsepsi tentang Korea Selatan, misalnya gaya hidup mewah yang ditampilkan di drakor belum tentu dijalani oleh semua orang Korea.
Indonesia menangkap peluang dari K-Pop dan drakor tidak hanya dengan mendatangkan mereka untuk bertemu dengan penggemarnya di sini, namun juga sebagai duta merk (brand ambassador) untuk produk-produk lokal.
Beberapa waktu lalu, anggota grup K-Pop EXO Oh Sehun didapuk menjadi duta merk produk perawatan kulit lokal dan sukses membuat salah satu pusat perbelanjaan di Jakarta dipenuhi penggemar yang ingin melihatnya secara langsung.
Sejumlah platform dagang elektronik pernah mengadakan acara siaran langsung dengan bintang K-Pop dan drakor, bahkan menjadikan mereka sebagai duta merk.
Betapa mendunianya musik Korea juga menginspirasi sejumlah orang di luar negara itu untuk bergabung ke industri musik di sana. Dari Indonesia, Dita Karang sejak 2020 menjadi anggota grup K-Pop Secret Number.
Tidak mudah untuk bergabung menjadi anggota grup idola K-Pop karena mereka harus mengikuti seleksi dan latihan keras sebelum akhirnya muncul ke publik.
Efek lainnya dari demam Korea, orang-orang Indonesia menjadi tertarik belajar bahasa Korea, bahkan meneruskan studi ke Negeri Ginseng.
Atau yang paling terasa, saat ini tidak begitu sulit menemukan tteokbokki (penganan kue beras asal Korea Selatan) di kota besar.
Pada akhirnya, drakor dan K-Pop menjadi gerbang masuk untuk mengenal dan memahami budaya Korea.
Pewarta: Natisha Andarningtyas
Editor: Masuki M. Astro
Copyright © ANTARA 2022