"Kami sangat mendukung sepanjang itu baik dengan tetap memperhatikan kelestarian lingkungan dan masyarakat yang ada di sekitar kawasan," ujarnya di Gedung DPRD NTB di Mataram, Jumat.
Ia menilai pembangunan kereta gantung adalah sebuah terobosan untuk mempermudah wisatawan yang ingin melihat Gunung Rinjani dari dekat, namun tidak mampu secara fisik untuk mendaki.
"Kalau ada kereta gantung kan jadi membantu, terutama sekali bagi pengunjung atau wisatawan yang secara umur (lansia, red) tidak mampu mendaki. Karena mereka yang ingin melihat Rinjani banyak juga dari mereka yang tidak bisa atau sanggup mendaki," kata Ketua Komisi IV Bidang Infrastruktur dan Pembangunan ini.
Anggota DPRD NTB dari daerah pemilihan (Dapil) Kabupaten Lombok Tengah ini, menyatakan meyakini keberadaan kereta gantung akan memberikan dampak positif bagi pariwisata di Pulau Lombok dan NTB umumnya. Bahkan, jika melihat perspektif untung ruginya, ia menyatakan keberadaan kereta gantung akan membawa banyak keuntungan bagi NTB.
"Yang perlu dilihat itu multiplier effect atau efek berganda yang besar dari keberadaan kereta gantung. Karena kita bisa mendapatkan banyak pendapatan karena banyak tamu-tamu yang akan datang sehingga semakin memberikan banyak ruang bagi masyarakat untuk terlibat di dalamnya pariwisata," terangnya.
Selain itu menurut dia pembangunan kereta gantung tersebut juga akan meningkatkan jumlah kunjungan wisatawan dan UMKM di wilayah itu. Termasuk, dalam meningkatkan penyerapan tenaga kerja dan membuka ruang investasi baru serta keseimbangan wilayah antara Utara dan Selatan yang ada di Kabupaten Lombok Tengah.
"Tentu, kehadiran kereta gantung ini juga membangun sinkronisasi di Kabupaten Lombok Tengah di bagian Utara dan bagian Selatan yang sudah memiliki KEK Mandalika, sehingga menciptakan keseimbangan dan kesetaraan pembangunan wilayah," ujar mantan Ketua DPRD Kabupaten Lombok Tengah ini.
Terkait pro dan kontra rencana pembangunan kereta gantung tersebut, Puaddi menegaskan pemerintah provinsi (Pemprov) maupun Kabupaten Lombok Tengah harus melakukan sosialisasi secara masif, sehingga masyarakat bisa memahami dari pembangunan tersebut.
"Kalau ada penolakan disosialisasikan secara baik, dijelaskan kalau ini dibangun tidak merusak tatanan yang ada, apakah itu budaya, ekosistem dan ada istiadat. Karena kita tahu Rinjani sendiri merupakan tempat yang disakralkan," ucap Puaddi.
Meski demikian, ia menegaskan selama pembangunan tersebut dilakukan secara baik dan sesuai dengan aturan dan tatanan yang berlaku. Dirinya tentu tidak akan mempersoalkan-nya. Namun, jika tidak sesuai dengan mekanisme justru dirinya yang pertama akan menolak.
"Intinya selama itu baik tidak merusak lingkungan, alam dan bisa menambah pendapatan masyarakat saya kira kami DPRD pasti akan mendukung," katanya.
Lokasi pembangunan kereta gantung Rinjani berada di kawasan hutan lindung di Desa Karang Sidemen, Kecamatan Batukliang Utara, Kabupaten Lombok Tengah.
Total luas lahan yang digunakan untuk kereta gantung tersebut mencapai 500 hektar dengan panjang jalur kereta mencapai 10 kilometer yang nantinya juga dilengkapi fasilitas pendukung lainnya.
Pembangunan fasilitas wisata ini menelan anggaran Rp2,2 triliun. Lokasi puncak pemberhentian kereta gantung terletak sekitar dua kilometer di bawah Pos Pelawangan Rinjani.
Sebelumnya pada Minggu (18/12), Gubernur NTB, H. Zulkieflimansyah bersama Bupati Lombok Tengah, H. Lalu Fathul Bahri melakukan peletakan batu pertama pembangunan kereta gantung tersebut.
Zulkieflimansyah mengatakan pembangunan kereta gantung dari Desa Karang Sidemen, Lombok Tengah menuju Gunung Rinjani bakal meningkatkan kunjungan wisatawan di provinsi itu.
"Pembangunan kereta gantung ini menjadikan Provinsi NTB sebagai kawasan pariwisata yang lengkap," ujarnya.
Gubernur tidak menampik setiap hal baru tentu selalu ada riak-riak, biasanya muncul akibat kurangnya sosialisasi dan komunikasi. Namun, pembangunan kereta gantung ini akan menampilkan keindahan alam di Lombok terlihat dari atas untuk yang tidak kuat mendaki Gunung Rinjani.
"Proyek ini ditargetkan akan rampung pada 2025," katanya.
Pewarta: Nur Imansyah
Editor: Agus Setiawan
Copyright © ANTARA 2022