Menurut Darmawan dalam pernyataan di Jakarta, Jumat, kolaborasi dalam negeri maupun global ini penting karena transisi energi membutuhkan investasi serta komitmen yang kuat.
"Sebagai catatan, tidak mungkin kita mengatasi ini sendirian," katanya.
Ia memaparkan tantangan ini harus dihadapi bersama mengingat emisi gas rumah kaca di AS saat ini mencapai 15 ton per kapita per tahun dan Eropa mencapai 11-12 ton per kapita per tahun.
Terkait pembiayaan, menurut dia, Indonesia juga telah memperoleh komitmen untuk mendorong transisi energi sebesar 20 miliar dolar AS dalam forum G20 yang baru berakhir.
"Selama enam bulan kita negosiasi dengan global sehingga kemarin dalam G20 kita tandatangani just energy transition program, dan berhasil dapat dukungan dana 20 miliar dolar AS," katanya.
Dalam kesempatan yang sama, Sekretaris Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) Shinta Damayanti menilai bahwa kolaborasi sangat diperlukan untuk membangun sebuah ekosistem.
"Kolaborasi beberapa kementerian dan tentu dengan roadmap yang sudah ada, kita bentuk bersama-sama dan bersinergi. Kita bisa melaksanakan dan mencapai target yang sudah dibuat," kata Shinta.
Oleh karena itu, terkait transisi energi, ia melihat gas bumi sebagai komoditas strategis yang dapat dikembangkan mengingat Indonesia menyimpan kekayaan gas alam yang melimpah.
Pihaknya pun akan terus mengupayakan agar pemanfaatan gas bumi di Indonesia dapat terserap secara optimal, salah satunya melalui pembangunan infrastruktur yang masif.
"Tentunya bisa segera dimonetisasi tapi kita tidak boleh lupa pada saat bicara gas kita harus bicara infrastruktur pemanfaatannya di industrinya karena gas itu memang harus kita tentukan siapa yang akan memakai," kata Shinta.
Baca juga: Kadin sebut insentif kendaraan listrik harus selaras target transisi energi
Baca juga: PLTU Punagaya menuju energi bersih lewat Co-Firing
Pewarta: Satyagraha
Editor: Budi Suyanto
Copyright © ANTARA 2022