Menteri Luar Negeri RI Retno Marsudi meminta pemerintah Malaysia memastikan perlindungan bagi pekerja migran Indonesia.
Dalam pertemuan bilateral dengan Menlu Malaysia Zambry Abdul Kadir di Jakarta, Kamis, Retno menegaskan bahwa perlindungan pekerja migran adalah salah satu isu prioritas politik luar negeri Indonesia.
“Saya yakin Dato’ Seri (Zambry) juga pasti sepakat bahwa pekerja migran Indonesia telah berkontribusi terhadap pembangunan ekonomi Malaysia,” tutur Retno ketika menyampaikan pernyataan pers secara daring usai pertemuan tersebut.
Dalam memastikan upaya perlindungan, Retno menegaskan pentingnya penegakan hukum terhadap setiap perlakuan buruk dan tindak kriminal yang dilakukan terhadap pekerja migran Indonesia untuk menunjukkan rasa kemanusiaan dan keadilan.
Dia juga menyoroti pentingnya pemenuhan hak-hak pekerja Indonesia, termasuk hak finansial, serta pemenuhan hak atas pendidikan dan layanan kesehatan, terutama untuk anak-anak pekerja migran.
Retno juga menyambut baik One Channel System (ONS) yang diberlakukan pemerintah Malaysia untuk perekrutan dan penempatan pekerja migran.
“Yang diperlukan saat ini adalah komitmen agar implementasi ONS berjalan dengan baik, termasuk dengan mempercepat proses integrasi sistem informasi,” tutur dia.
Menanggapi permintaan tersebut, Menlu Zambry menjamin upaya penempatan dan perlindungan pekerja migran Indonesia di Malaysia sesuai nota kesepahaman (MoU) yang disepakati kedua negara pada 1 April 2022.
“Pada saat yang sama, saya sangat memahami keprihatinan pemerintah Indonesia terhadap kesejahteraan pekerja migran Indonesia di Malaysia. Di bawah kepemimpinan (Perdana Menteri) Anwar Ibrahim, Malaysia akan berupaya mengendalikan kasus-kasus hukum yang melibatkan pekerja migran Indonesia supaya keadilan dapat ditegakkan berlandaskan UU yang berlaku,” ujar dia.
Pada 1 Agustus lalu, pemerintah Indonesia secara resmi membuka perekrutan dan penempatan pekerja migran Indonesia ke Malaysia, setelah sempat dibekukan menyusul temuan bahwa Malaysia masih menerapkan system maid online (SMO), bukan ONS, dalam proses perekrutan dan penempatan pekerja migran sektor domestik.
Indonesia menentang SMO karena pemerintah tidak dapat memantau besaran gaji, lokasi penempatan, serta kondisi pekerja migran di Malaysia.
Sedangkan ONS dinilai lebih bisa memastikan pemenuhan hak dan perlindungan bagi pekerja migran Indonesia.
Berdasarkan data Bank Indonesia, jumlah pekerja migran prosedural di Malaysia mencapai 1,6 juta orang pada akhir 2022.
Jika ditambah dengan pekerja non prosedural maka jumlahnya bisa mencapai lebih dari dua juta orang.
Baca juga: Cerita mereka dari tempat perlindungan
Baca juga: Memulangkan Aida dari Malaysia agar lepas dari derita
Baca juga: KJRI: Sarawak butuh sekitar 20.000 PMI perkebunan dan kontruksi
Pewarta: Yashinta Difa Pramudyani
Editor: Anton Santoso
Copyright © ANTARA 2022