Memasuki tahun kedua program percepatan penurunan angka prevalensi kekerdilan pada anak atau stunting, semakin meyakinkan masyarakat bahwa penanganan stunting tidak boleh hanya diberikan pada anak saja, tetapi juga keluarga.
Presiden Joko Widodo pada 5 Agustus 2021 telah menandatangani Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 72 Tahun 2021 tentang Percepatan Penurunan Stunting. Perpres tersebut memuat acuan yang harus dicapai oleh pihak-pihak terkait dalam pelaksanaan percepatan penurunan stunting.
Selama ini, penanganan stunting selalu difokuskan pada anak dan diartikan sebagai sebuah kondisi gagal pertumbuhan dan perkembangan yang dialami anak-anak akibat kurangnya asupan gizi dalam waktu lama.
Nyatanya, stunting juga bisa terjadi karena infeksi berulang, dan stimulasi psikososial yang tidak memadai terutama pada 1.000 Hari Pertama Kehidupan (HPK). Berbeda dengan faktor pendek akibat genetik, tubuh anak stunting menjadi pendek karena tidak dapat tumbuh dengan optimal.
Stunting bahkan mampu mempengaruhi kecerdasan anak jadi lebih rendah dan terkena penyakit kronik seperti diabetes, hipertensi dan obesitas pada masa dewasanya.
Survey Status Gizi Indonesia (SSGI) tahun 2021 pun mengatakan, angka stunting masih 24,4 persen. Belum ada data terbaru dari Kementerian Kesehatan sebagai pengelola SSGI hingga hari ini.
Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Hasto Wardoyo menyatakan, jika stunting merupakan ancaman bagi pembangunan bangsa di masa depan karena rendahnya kualitas sumber daya manusia.
Oleh karenanya sejak tahun lalu pemerintah mulai menguatkan sinergi dan komitmennya melalui Peraturan Presiden nomor 72 tahun 2021 tentang penyelenggaraan percepatan penurunan stunting.
Menyadari penanganan tidak bisa dimulai setelah anak lahir, komitmen itu kini telah menetapkan target sasarannya yakni remaja, calon pengantin atau calon pasangan usia subur (PUS), ibu hamil, ibu menyusui dan anak berusia 0-59 bulan.
“Pencegahan stunting harus dilakukan sejak sebelum menikah. Hal ini dikarenakan tingginya angka anemia dan kurang gizi pada remaja putri sebelum nikah sehingga pada kehamilan yang terjadi berisiko menghasilkan anak stunting,” kata Hasto menambahkan.
Pendampingan keluarga
Deputi Bidang Advokasi, Penggerakan dan Informasi BKKBN, Sukaryo Teguh Santoso, mengatakan, BKKBN sudah melakukan Pendataan Keluarga Tahun 2021 (PK-21), yang nantinya akan digunakan untuk kebijakan penurunan stunting dan Pensasaran Percepatan Penghapusan Kemiskinan Ekstrem (P3KE).
Hasil pemutakhiran PK-21 yang berlangsung dari bulan September hingga November 2022, secara "by name by address" menyatakan jumlah keluarga menjadi 70.759.056 keluarga atau bertambah 2,2 juta. Padahal sebelumnya sebanyak 68.487.139 keluarga.
Data menunjukkan bahwa karakteristik keluarga Indonesia masih dalam tahap berkembang, karena tingkat ekonomi miskin yang masih perlu didongkrak hingga belum meratanya pembangunan akses air bersih dan sanitasi yang layak.
Dengan jumlah keluarga yang terus meningkat, BKKBN merasa harus ada pendampingan supaya kualitas keluarga semakin baik, salah satunya adalah dengan mengerahkan 600 ribu personel yang tergabung dalam 200 ribu Tim Pendamping Keluarga (TPK).
TPK dihadirkan untuk mengetahui masalah yang ada di lingkup terkecil di tingkat desa/kelurahan hingga keluarga, dengan bertugas melakukan penyuluhan, memfasilitasi pelayanan rujukan dan memfasilitasi pemberian bantuan sosial serta melakukan surveilans kepada sasaran keluarga berisiko stunting.
Satu tim TPK yang terdiri dari bidan, kader PKK dan kader KB itu akan diberikan pelatihan terlebih dahulu sebelum turun ke lapangan. Mereka juga diberikan modul yang berkaitan dengan kiat-kiat pengasuhan keluarga, pemberian asupan gizi seimbang dan kesehatan reproduksi bagi keluarga berisiko stunting.
TPK juga dihadirkan untuk mematahkan berbagai mitos yang salah terkait pemberian gizi anak. Misalnya, memberikan kental manis sebagai pengganti ASI ibu atau pentingnya makanan mahal seperti daging, dibandingkan telur dan ikan.
Salah satu fokus dalam pendampingan adalah meningkatkan pemenuhan gizi calon pengantin untuk mencegah kekurangan energi kronis dan anemia sebagai salah satu risiko yang dapat melahirkan bayi stunting.
Deputi Bidang Keluarga Berencana dan Kesehatan Reproduksi BKKBN Eni Gustina menambahkan pendampingan sejak sebelum menikah diperlukan karena jumlah remaja putri usia 15-19 tahun dengan kondisi berisiko kurang energi kronik (KEK) masih sebesar 36,3 persen, wanita usia subur 15-49 tahun dengan risiko KEK 33,5 persen dan mengalami anemia sebesar 37,1 persen.
Oleh karena itu, pendampingan oleh TPK di rumah, harus diperkuat dengan kolaborasi lintas sektor. BKKBN kemudian menggandeng Kementerian Agama untuk membuat program wajib pendampingan, konseling dan pemeriksaan mencakup tinggi badan, berat badan, lingkar lengan atas dan kadar Hb ( hemoglobin) yang dilakukan mulai tiga bulan sebelum menikah untuk memastikan setiap calon pengantin dalam kondisi ideal untuk menikah dan hamil.
Setiap calon juga wajib memperoleh pemeriksaan kesehatan dan pendampingan selama tiga bulan pranikah serta mendapatkan bimbingan perkawinan dengan materi pencegahan stunting. Harapannya, faktor risiko yang dapat melahirkan bayi stunting dapat teridentifikasi dan dihilangkan sebelum menikah dan hamil.
Selain pemberian materi pencegahan stunting dan perkawinan yang baik, BKKBN juga memperkuat kembali edukasi kebersihan serta kesehatan reproduksi melalui Generasi Berencana (GenRe), sebuah forum yang melibatkan remaja untuk mengajak sebayanya mencegah dua faktor stunting lainnya yakni perkawinan anak dan seks bebas hingga tingkat kabupaten/kota.
BKKBN juga memberikan imbauan bagi para pasangan yang ingin menikah, untuk memenuhi usia ideal untuk hamil dan menikah yakni minimal 21 tahun bagi perempuan dan minimal 25 tahun bagi laki-laki supaya keluarga di masa depan dapat sehat dan matang secara batin dan fisik, juga mandiri secara finansial.
Terbaru, Hasto membeberkan optimalisasi pengentasan stunting membutuhkan bantuan dari pihak lain seperti tokoh dan penyuluh agama. BKKBN bersama Kementerian Agama akhirnya menyusun materi Komunikasi Informasi dan Edukasi (KIE) audio visual sebagai bahan pembelajaran bagi para Penyuluh Agama untuk melaksanakan penyuluhan, dan KIE stunting kepada masyarakat.
Direktur Penerangan Agama Islam Kemenag, Ahmad Zayadi, berjanji akan mengerahkan sumber daya penyuluh yang ada lebih dari 52 ribu orang untuk menyebarkan khotbah tidak hanya terkait stunting, tapi juga membangun keluarga yang sakinah, mawadah, warahmah dari sisi agama.
Lingkungan dan sanitasi
Selain pemberian pendampingan, BKKBN juga memfokuskan diri untuk meningkatkan kualitas keluarga lewat lingkungan bersih dan akses sanitasi serta air bersih.
Dari sejumlah petualangan panjang di tahun 2022, seperti di Timor Tengah Selatan, NTT dan Kota Belawan, Medan, Sumatera Utara, banyak keluarga tidak memiliki jamban hingga akses air bersih yang layak. Hal itu menyebabkan anak kemudian terkena infeksi berulang dari diare, serta organ reproduksi keluarga menjadi kotor tak terjaga.
Meski dekat dengan air pun, keluarga sulit mendapatkan air bersih karena banyak sampah di sekitarnya atau hewan kecil seperti ular putih yang berenang di dalam air.
BKKBN akan membantu warga yang menjadi sasaran bersama Kementerian PUPR, sehingga keluarga dapat hidup dengan layak dan nyaman. Pembangunan itu secara konkret sudah mulai dilaksanakan di sejumlah titik.
Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Basuki Hadimuljono menyatakan akan membantu BKKBN dengan menentukan lokasi yang menjadi sasaran prioritas berdasarkan hasil pemutakhiran PK-21 itu.
Pihaknya akan menyediakan fasilitas air bersih dan sanitasi sesuai dengan lokus yang telah ditentukan, dimana penanganan pencegahan stunting, dengan penyediaan sarana air minum aman melalui uji kualitas air, penyediaan sanitasi untuk berhenti Buang Air Besar Sembarangan (BABS), dan perubahan perilaku dengan mengadopsi gaya hidup bersih sehat seperti gerakan cuci tangan pakai sabun.
BKKBN akan memastikan setiap kerja sama berjalan dengan baik. Jajaran BKKBN meyakini pendampingan pada keluarga, dapat mencegah terlahirnya bayi stunting baru dan menurunkan angka stunting menjadi 14 persen di tahun 2024.
Semua intervensi yang berbasiskan pada penelitian dan data, diharapkan bisa menolong anak bangsa tumbuh menjadi lebih sehat, cerdas, produktif dan berdaya saing.
Pewarta: Hreeloita Dharma Shanti
Editor: Slamet Hadi Purnomo
Copyright © ANTARA 2022