• Beranda
  • Berita
  • Harga minyak jatuh di Asia, pasar khawatir permintaan & stok AS naik

Harga minyak jatuh di Asia, pasar khawatir permintaan & stok AS naik

11 Januari 2023 15:36 WIB
Harga minyak jatuh di Asia, pasar khawatir permintaan & stok AS naik
ilustrasi: Ladang minyak Equinor di Johan Sverdrup, Laut Utara Norwegia (22/8/2018). ANTARA/REUTERS/Nerijus Adomaitis/aa.
Harga minyak turun di perdagangan Asia pada Rabu sore, karena peningkatan tak terduga dalam persediaan minyak mentah dan bahan bakar di Amerika Serikat, konsumen minyak terbesar dunia, dan ketidakpastian ekonomi menghidupkan kembali kekhawatiran permintaan.

Harga minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) AS tergelincir 54 sen atau 0,72 persen, menjadi diperdagangkan di 74,58 dolar AS per barel pada pukul 07.00 GMT. Sementara itu harga minyak mentah berjangka Brent merosot 50 sen atau 0,62 persen, menjadi diperdagangkan di 79,60 dolar AS per barel.

Kedua kontrak naik pada Senin (9/1/2023) dan Selasa (10/1/2023), rebound dari aksi jual tajam di minggu pertama tahun 2023.

Stok minyak mentah AS melonjak 14,9 juta barel dalam pekan yang berakhir 6 Januari, kata sumber, mengutip data dari American Petroleum Institute (API). Pada saat yang sama, stok sulingan, yang meliputi minyak pemanas dan bahan bakar jet, naik sekitar 1,1 juta barel.

Para analis yang disurvei oleh Reuters memperkirakan stok minyak mentah turun 2,2 juta barel dan stok sulingan turun 500.000 barel.

Baca juga: Stok minyak global diperkirakan naik dan harga turun 2 tahun ke depan

Peningkatan besar persediaan AS dalam perkiraan API telah menyeret turun harga minyak, sementara risiko resesi juga membatasi tren kenaikan harga minyak dalam jangka pendek, kata Analis Leon Li di CMC Markets.

Para pedagang akan mencari data persediaan dari Badan Informasi Energi AS (EIA) yang akan dirilis pada Rabu waktu setempat untuk melihat apakah itu sesuai dengan pandangan awal dari API.

Pasar minyak telah ditarik lebih rendah oleh kekhawatiran bahwa kenaikan suku bunga yang tajam untuk menjinakkan inflasi akan memicu resesi dan mengurangi permintaan bahan bakar.

Sentimen pasar secara umum bearish di sisi permintaan, dengan China masih menghadapi wabah COVID-19 yang meluas serta AS dan Eropa berisiko mengalami perlambatan ekonomi, dengan gangguan pasokan minimal untuk saat ini, Wakil Presiden Senior Rystad Energy, Claudio Galimberti, mengatakan melalui surel.

Baca juga: Minyak melemah di awal sesi Asia tertekan kekhawatiran permintaan

Struktur pasar untuk berjangka mencerminkan pelemahan dengan kontrak Brent dan WTI bulan depan yang tersisa dalam contango, di mana harga bulan segera diperdagangkan lebih rendah daripada harga bulan depan, biasanya merupakan tanda bahwa permintaan minyak jangka pendek berkurang.

Harga naik awal pekan ini di tengah harapan pertumbuhan permintaan bahan bakar di China, konsumen minyak terbesar kedua di dunia, setelah mengurangi pembatasan COVID-19 dan memungkinkan dimulainya kembali perjalanan internasional.

"Berita Senin (9/1/2023) bahwa China telah menerbitkan kuota impor baru menunjukkan importir besar dunia meningkat untuk memenuhi permintaan yang lebih tinggi," kata analis ANZ Research dalam sebuah catatan.

Fokus besar minggu ini adalah pada data inflasi AS, yang akan dirilis pada Kamis (12/1/2023). Jika inflasi datang di bawah ekspektasi akan mendorong dolar turun, kata analis. Dolar yang lebih lemah dapat meningkatkan permintaan minyak karena membuat komoditas lebih murah bagi pembeli yang memegang mata uang lainnya.

Baca juga: Stok minyak global diperkirakan naik dan harga turun 2 tahun ke depan

 

Pewarta: Apep Suhendar
Editor: Risbiani Fardaniah
Copyright © ANTARA 2023