PMI asal Jawa Tengah, Dimas Wibowo, yang sudah 3 tahun bekerja di Malaysia, pada Kamis mengaku senang dengan kebijakan pemerintah Malaysia tersebut.
“Saya senang, soalnya teman-teman di sini, apalagi yang kosongan (pendatang asing tanpa izin/PATI) jadi ada tambahan waktu untuk ngurus dokumen mereka lagi,” ujar dia.
Dia juga berharap agar para PMI yang ada di Malaysia bisa mengambil kesempatan tersebut dengan segera mendaftarkan diri.
Wakil Ketua Pengurus Cabang Istimewa Nadhlatul Ulama (PCINU) Malaysia Mahfud Budiono mengapresiasi kebijakan pemerintah Malaysia untuk melanjutkan program tersebut.
“Harapan saya sih, sosialisasinya harus lebih giat dari kedua belah pihak (Indonesia dan Malaysia),” ujar dia.
Dia menyarankan agar Kedutaan Besar RI (KBRI) Kuala Lumpur dan Konsulat Jenderal RI (KJRI) di Malaysia lebih memaksimalkan penyampaian informasi tentang Program Rekalibrasi Tenaga Kerja Asing tersebut melalui berbagai platform digital.
“Selain itu, peraturan, persyaratan dan regulasinya seperti apa juga perlu disampaikan melalui media itu, sehingga PMI mendapatkan informasi yang valid dari sumber yang betul,” ujar dia.
Untuk mendaftarkan diri pada program tersebut, PMI harus memiliki majikan dan identitas diri berupa paspor atau fotokopi paspor.
Namun, PMI yang tidak memiliki paspor dapat mengurus pembuatan dokumen keimigrasian tersebut di KBRI Kuala Lumpur dan majikan mereka mendaftar secara daring di nakerkbrikl.com/registration dengan melampirkan dokumen yang diperlukan.
Setelah proses registrasi berhasil, majikan dapat segera membuat kontrak kerja secara daring yang kemudian dilegalisasi oleh KBRI Kuala Lumpur.
Proses antrean legalisasi kontrak kerja dapat dilakukan dengan mengakses https://antrean.kbrikl.id/ dengan memilih layanan Tenaga Kerja.
Baca juga: Serikat buruh migran berharap majikan urus rekalibrasi pekerjanya
Baca juga: Malaysia kembali laksanakan program rekalibrasi tenaga kerja
Pewarta: Virna P Setyorini
Editor: Anton Santoso
Copyright © ANTARA 2023