Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Prof Dr Haedar Nashir berpesan kepada warga Muhammadiyah di Sulawesi Selatan dapat mengikuti spirit pembaharuan pendiri Muhammadiyah, Kyai Haji Ahmad Dahlan.Jadi kalau sekarang kita lagi semangat bikin pesantren, bukan pesantren dengan gaya lama. Harus terinspirasi dengan 'tajdid' Kiai Ahmad Dahlan
“Jadi kalau sekarang kita lagi semangat bikin pesantren, bukan pesantren dengan gaya lama. Harus terinspirasi dengan 'tajdid' Kiai Ahmad Dahlan,” katanya saat bersilaturahmi bersama warga Muhammadiyah Sulawesi Selatan (Sulsel) di Balai Sidang Muktamar 47 Unismuh Makassar, Ahad.
Menurut Guru Besar Ilmu Sosiologi Universitas Muhammadiyah Yogyakarta ini, be-Muhammadiyah merupakan ikhtiar agar hidup lebih berguna dan bermaslahat.
Ia mengutip Al Quran Surah Ali Imran 110, "Khairu Ummah" itu bukan umat yang awam, melainkan umat yang terpilih.
Khairu Ummah, kata Haedar, dicontohkan oleh pendiri Muhammadiyah, Ahmad Dahlan.
“Kiai Dahlan bikin sekolah dengan mengintegrasikan ilmu agama dan ilmu pengetahuan barat. Ia bikin sesuatu yang berbeda, itulah 'tadjid' atau pembaruan,” katanya.
Untuk itu, kata dia, Muhammadiyah harus unggul secara kualitas. Saat ini, Muhammadiyah memiliki 171 Perguruan Tinggi Muhammadiyah-Aisyiyah, juga harus unggul secara kualitas.
"Kita bersyukur Unismuh Makassar masuk lima besar universitas terbaik di Sulawesi, apalagi telah memiliki Fakultas Kedokteran yang telah terakreditasi A,” katanya.
Haedar menyebut, sekolah-sekolah Muhammadiyah juga harus memiliki kualifikasi unggul. “Apakah sekolah-sekolah Muhammadiyah sudah masuk 10 besar? Kita harus berkomitmen untuk meraih sesuatu yang lebih baik,” ujarnya.
Baca juga: 120 penggembira dari Unismuh siap sukseskan Muktamar Muhammadiyah
Baca juga: Pakar telemedisin Italia berbagi ilmu di FKIK Unismuh Makassar
Baca juga: Tim akreditasi internasional siap uji FKIK Unismuh Makassar
Apalagi, kata dia, tantangan zaman yang dihadapi semakin berat.
Ia merujuk sejarawan Yuval Noah Harari yang menyebut saat ini "homo sapiens" telah bergeser menjadi "homo deus".
"Deus itu dewa, dewanya adalah revolusi teknologi. Ada 'artificial intelligence' dan berbagai teknologi robotik," katanya.
Tantangan tersebut, kata Haedar Nashir, harus disambut Muhammadiyah dengan semangat "fastabiqul khairat", berlomba-lomba berbuat kebajikan.
Wakil Ketua PW Muhammadiyah Sulsel Dr Muh Syaiful Saleh, mengatakan Makassar merupakan tempat bersejarah bagi Haedar dan Noordjannah, sebab di tempat ini keduanya terpilih sebagai pimpinan puncak organisasi Muhammadiyah dan Aisyiyah.
“Pada tahun 2015, Pak Haedar terpilih sebagai Ketua Umum PP Muhammadiyah untuk pertama kali, sedangkan Ibu Noordjannah terpilih sebagai Ketua Umum Aisyiyah untuk kedua kali,” ujarnya.
Bukan hanya itu, kata dia, keduanya juga pernah hadir di Makassar pada tahun 1985. Saat itu, keduanya hadir sebagai pengurus Pimpinan Pusat Ikatan Pemuda Muhammadiyah (IPM) dalam seminar perkaderan.
“Pak Haedar hadir sebagai Wakil Ketua I PP IPM, sedangkan Ibu Noordjannah sebagai Ketua Bidang di PP IPM. Saya saat itu jadi Ketua Pimpinan Daerah IPM Makassar,” tambahnya.
Ternyata, tidak lama setelah balik dari Makassar, Haedar Nashir dan Noordjannah berjodoh, dan menikah pada awal 1987, demikian Muh Syaiful Saleh.
Baca juga: Muhammadiyah diajak raih potensi pemulihan ekonomi Sulsel
Baca juga: Cerita Kyai Ahmad Dahlan Untuk Seabad Muhammadiyah
Baca juga: Gubernur Sulsel lepas peserta Muktamar Muhammadiyah
Baca juga: Olympiade Ahmad Dahlan di Yogyakarta diikuti ribuan peserta
Pewarta: Abdul Kadir
Editor: Andi Jauhary
Copyright © ANTARA 2023