• Beranda
  • Berita
  • Rupiah tertekan seiring pasar tunggu keputusan RDG BI

Rupiah tertekan seiring pasar tunggu keputusan RDG BI

19 Januari 2023 09:26 WIB
Rupiah tertekan seiring pasar tunggu keputusan RDG BI
Ilustrasi - Petugas menghitung uang dolar AS di BNI KC Mega Kuningan, Jakarta, Kamis (21/7/2022). ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga/tom/pri.

Dari domestik, pelaku pasar sedang menantikan hasil Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia hari ini untuk melihat policy stance....

Nilai tukar (kurs) rupiah yang ditransaksikan antarbank di Jakarta pada Kamis pagi tertekan seiring pasar menunggu keputusan Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia (BI) terkait kebijakan suku bunga acuan.

Rupiah pagi ini turun 58 poin atau 0,38 persen ke posisi Rp15.145 per dolar AS dibandingkan posisi pada penutupan perdagangan sebelumnya Rp15.088 per dolar AS.

"Dari domestik, pelaku pasar sedang menantikan hasil Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia hari ini untuk melihat policy stance dan kebijakan suku bunga lanjutan oleh BI," kata Analis Pasar Uang Bank Mandiri Reny Eka Putri saat dihubungi ANTARA di Jakarta.

Baca juga: Rupiah meningkat seiring penurunan imbal hasil obligasi AS

Bank Indonesia diperkirakan akan menaikkan suku bunga acuan atau BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) sebesar 25 basis poin (bps) menjadi 5,75 persen dalam pertemuan RDG BI pada hari ini.

Menaikkan suku bunga tersebut ditujukan untuk mengendalikan laju inflasi karena harga komoditas dalam negeri cukup melambung tinggi.

Rupiah terhadap dolar AS berpeluang bergerak ke kisaran Rp15.015 per dolar AS hingga Rp15.235 dolar AS pada perdagangan hari ini.

Selain itu, Renny menuturkan sentimen pasar juga dipengaruhi oleh pernyataan beberapa pejabat The Fed pada Rabu (18/1) yang menyatakan masih akan menaikkan tingkat suku bunga acuan Fed Funds Rate meskipun inflasi Amerika Serikat (AS) mulai melandai.

The Fed melihat inflasi masih berada di atas target jangka panjang The Fed sebesar 2 persen.

Presiden Fed St Louis James Bullard dan Presiden Fed Cleveland Loretta Mester sebelumnya menekankan perlunya menaikkan suku bunga di atas 5,0 persen untuk menurunkan inflasi.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), inflasi Indeks Harga Konsumen (IHK) di Indonesia pada Desember 2022 mencapai 0,66 persen dibanding November (month-to-month), disumbang oleh kenaikan harga beras dan air minum PAM sebesar 0,07 persen. Sementara, inflasi sepanjang 2022 mencapai 5,51 persen.

Baca juga: Dolar menguat di awal sesi Asia, yen dapatkan kembali pijakannya

Direktur Eksekutif Kepala Departemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter Bank Indonesia Solikin M Juhro optimistis bisa menjaga inflasi tahunan di sekitar 3 persen plus minus 1 persen pada 2023.

Untuk mencapai target tersebut, di tengah tantangan perekonomian global, Bank Indonesia mengambil berbagai langkah antara lain dengan meningkatkan suku bunga acuan BI secara front loaded, pre-emptive, dan forward looking.

Ia menuturkan beberapa waktu lalu suku bunga acuan BI perlu dinaikkan lebih tinggi di awal untuk mengantisipasi risiko inflasi, dengan mempertimbangkan risiko ke depan.

Sementara itu menurut Ekonom Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat (LPEM) Universitas Indonesia Teuku Riefky, Bank Indonesia masih perlu melanjutkan siklus pengetatan moneter dengan menaikkan suku bunga acuan BI7DRR sebesar 25 bps menjadi 5,75 persen bulan ini.

Menaikkan suku bunga kebijakan akan membantu mengurangi potensi jumlah arus modal keluar, menstabilkan pergerakan rupiah, dan mengurangi tekanan inflasi yang disebabkan oleh barang-barang impor.

Pada Rabu (18/1), rupiah ditutup meningkat 78 poin atau 0,51 persen ke posisi Rp15.088 per dolar AS dibandingkan posisi pada penutupan perdagangan sebelumnya Rp15.165 per dolar AS.

Pewarta: Martha Herlinawati Simanjuntak
Editor: Nusarina Yuliastuti
Copyright © ANTARA 2023