Pakar electrochemical process Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Prof. Eniya Listiani Dewi mengatakan menanam pohon di hulu sungai dan pemilahan sampah bisa berperan dalam pengurangan emisi karbon.
"Banyak juga beberapa problem yang kita temui masalah air dihulu sungai banyak pengurangan pohon. Padahal ini harus dijaga karena sangat signifikan sekali," ucapnya saat dihubungi ANTARA di Jakarta, Minggu (29/1).
Selain di penanaman pohon, masyarakat juga bisa melakukan pemilihan sampah dari rumah dengan memisahkan sampah plastik maupun organik.
Baca juga: Laporan: Penghilangan CO2 global capai 2 miliar ton per tahun
Hal ini perlu untuk bisa menjalankan program pemerintah pembangkit listrik pengolahan sampah yang masih sulit berjalan karena kurangnya edukasi pada masyarakat bagaimana memilah sampah.
"Ini sangat susah kalo tidak dipilah tidak akan jalan. Mau sebagus apapun inisiatornya, mau sebagus apapun pembakaran yang dilakukan yang banyak energi, yang akhirnya kita terjebak harga pengolahan sampahnya yang sedemikian besar," ucap Eniya.
Penerima Habibie Award termuda sebagai peneliti Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) ini mengatakan harus ada dorongan dari pihak pemerintah baik tingkat lurah sampai gubernur untuk bisa membantu masyarakat memilah sampah, seperti pengangkutan sampah sesuai kategorinya pada hari-hari tertentu.
Selain penanaman pohon dan pemilahan sampah, Eniya juga mengatakan hal sederhana seperti tidak sering membuka-tutup kulkas juga bisa mengurangi pemakaian energi yang terlalu banyak.
"Efisiensi energi dengan mematikan lampu atau pakai sensor jadi menyala hanya malam hari atau otomatis menyala kalau ada orang, itu salah satu efisiensi yang bisa dilakukan," ucap ilmuan wanita lulusan Waseda University Jepang ini.
Gaya hidup ramah lingkungan yang juga bisa dilakukan adalah dengan sering menggunakan transportasi umum untuk berpergian agar tidak terlalu banyak kendaraan yang menggunakan Bahan Bakar Minyak (BBM) dan sepeda jika jarak dekat.
Jika memungkinkan, lanjut Eniya, bisa mengganti semua kendaraan dengan tenaga listrik yang bisa digunakan sehari-hari untuk mengurangi pencemaran.
Selain itu, beberapa upaya pemerintah yang sedang dijalankan adalah penggunaan bahan bakar biodisel dengan penyerapan yang lebih baik, mengakselerasi penggunaan fotovoltaik untuk mengubah energi matahari menjadi energi listrik di atap rumah.
Saat ini juga sedang digalakkan pemakaian fotovoltaik terapung yang sudah diterapkan di Waduk Tahura untuk penanaman mangrove saat gelaran G20 di Bali, November lalu.
"Banyak juga beberapa problem yang kita temui masalah air dihulu sungai banyak pengurangan pohon. Padahal ini harus dijaga karena sangat signifikan sekali," ucapnya saat dihubungi ANTARA di Jakarta, Minggu (29/1).
Selain di penanaman pohon, masyarakat juga bisa melakukan pemilihan sampah dari rumah dengan memisahkan sampah plastik maupun organik.
Baca juga: Laporan: Penghilangan CO2 global capai 2 miliar ton per tahun
Hal ini perlu untuk bisa menjalankan program pemerintah pembangkit listrik pengolahan sampah yang masih sulit berjalan karena kurangnya edukasi pada masyarakat bagaimana memilah sampah.
"Ini sangat susah kalo tidak dipilah tidak akan jalan. Mau sebagus apapun inisiatornya, mau sebagus apapun pembakaran yang dilakukan yang banyak energi, yang akhirnya kita terjebak harga pengolahan sampahnya yang sedemikian besar," ucap Eniya.
Penerima Habibie Award termuda sebagai peneliti Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) ini mengatakan harus ada dorongan dari pihak pemerintah baik tingkat lurah sampai gubernur untuk bisa membantu masyarakat memilah sampah, seperti pengangkutan sampah sesuai kategorinya pada hari-hari tertentu.
Selain penanaman pohon dan pemilahan sampah, Eniya juga mengatakan hal sederhana seperti tidak sering membuka-tutup kulkas juga bisa mengurangi pemakaian energi yang terlalu banyak.
"Efisiensi energi dengan mematikan lampu atau pakai sensor jadi menyala hanya malam hari atau otomatis menyala kalau ada orang, itu salah satu efisiensi yang bisa dilakukan," ucap ilmuan wanita lulusan Waseda University Jepang ini.
Gaya hidup ramah lingkungan yang juga bisa dilakukan adalah dengan sering menggunakan transportasi umum untuk berpergian agar tidak terlalu banyak kendaraan yang menggunakan Bahan Bakar Minyak (BBM) dan sepeda jika jarak dekat.
Jika memungkinkan, lanjut Eniya, bisa mengganti semua kendaraan dengan tenaga listrik yang bisa digunakan sehari-hari untuk mengurangi pencemaran.
Selain itu, beberapa upaya pemerintah yang sedang dijalankan adalah penggunaan bahan bakar biodisel dengan penyerapan yang lebih baik, mengakselerasi penggunaan fotovoltaik untuk mengubah energi matahari menjadi energi listrik di atap rumah.
Saat ini juga sedang digalakkan pemakaian fotovoltaik terapung yang sudah diterapkan di Waduk Tahura untuk penanaman mangrove saat gelaran G20 di Bali, November lalu.
Upaya lain adalah mengkonfersikan batu bara dengan bio masa dan pada Pembangkit Listrik Tenaga Batu Bara agar pembakarannya lebih bersih dan minim karbon.
Baca juga: BMW jual lebih dari 215.000 mobil listrik pada 2022
Baca juga: Penggunaan tenaga surya untuk mobil listrik bantu kurangi emisi karbon
Baca juga: Batasi penggunaan listrik di rumah untuk berperan tekan emisi karbon
Pewarta: Fitra Ashari
Editor: Maria Rosari Dwi Putri
Copyright © ANTARA 2023