• Beranda
  • Berita
  • Minyak merosot terseret data ekonomi dan dolar AS yang lebih kuat

Minyak merosot terseret data ekonomi dan dolar AS yang lebih kuat

3 Februari 2023 05:33 WIB
Minyak merosot terseret data ekonomi dan dolar AS yang lebih kuat
Ilustrasi - Harga minyak dunia turun. ANTARA/Shuterstock/pri.

Harga minyak merosot pada akhir perdagangan Kamis (Jumat pagi WIB).

Harga minyak merosot pada akhir perdagangan Kamis (Jumat pagi WIB), memperpanjang kerugian sesi sebelumnya karena pesanan pabrik terkait industri AS melemah, sementara dolar AS menguat yang membuat minyak mentah lebih mahal untuk pembeli non-Amerika.

Minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) untuk pengiriman Maret tergelincir 53 sen atau 0,7 persen, menjadi menetap pada 75,88 dolar AS per barel di New York Mercantile Exchange.

Minyak mentah berjangka Brent untuk pengiriman April merosot 67 sen atau 0,8 persen, menjadi ditutup pada 82,17 dolar AS per barel di London ICE Futures Exchange.

Sementara pesanan baru untuk barang-barang manufaktur AS naik secara luas pada Desember, pesanan untuk peralatan industri dan mesin lainnya turun, menurut data Departemen Perdagangan terbaru.

"Hal itu menyoroti lebih banyak perlambatan ekonomi, terutama di sisi industri, yang berdampak negatif bagi minyak bumi," kata John Kilduff, partner di Again Capital.

Sebuah rebound dalam indeks dolar, yang mencapai level terendah sembilan bulan di awal sesi karena taruhan kenaikan suku bunga Federal Reserve AS yang lebih lemah, juga membebani harga minyak, menurut Jim Ritterbusch dari Ritterbusch and Associates.

Greenback yang lebih kuat membuat minyak yang dihargakan dalam dolar AS lebih mahal bagi pemegang mata uang lainnya.

The Fed menaikkan suku bunga acuannya sebesar seperempat persentase poin pada Rabu (1/2), tetapi terus menjanjikan "peningkatan berkelanjutan" dalam biaya pinjaman sebagai bagian dari pertempurannya melawan inflasi.

"Inflasi agak mereda tetapi tetap tinggi," kata Bank Sentral AS dalam sebuah pernyataan yang menandai pengakuan eksplisit atas kemajuan yang dibuat dalam menurunkan laju kenaikan harga dari level tertinggi 40 tahun yang dicapai tahun lalu.

Sementara inflasi tampaknya telah melambat di negara-negara ekonomi utama, respons bank-bank sentral dan kecepatan pembukaan kembali dari penguncian COVID-19 tidak pasti.

"Investor menjadi kurang percaya diri dengan kekuatan prospek; sesuatu yang dapat kita lihat berubah berulang kali pada kuartal pertama ini karena kurangnya visibilitas suku bunga dan transisi COVID China," kata Craig Erlam, analis pasar senior di OANDA.

Membantu menjaga minyak agar tidak bergerak lebih rendah adalah larangan Uni Eropa terhadap produk olahan Rusia yang akan mulai berlaku pada 5 Februari, berpotensi memberikan pukulan bagi pasokan global.

Negara-negara Uni Eropa akan mencari kesepakatan pada Jumat atas proposal Komisi Eropa untuk menetapkan batas harga produk minyak Rusia setelah menunda keputusan pada Rabu (1/2), karena perpecahan di antara negara-negara anggota, kata para diplomat.

Komisi Eropa minggu lalu mengusulkan bahwa mulai 5 Februari, Uni Eropa menerapkan batas harga 100 dolar AS per barel untuk produk minyak premium Rusia seperti solar, dan batas 45 dolar AS per barel untuk produk diskon seperti bahan bakar minyak.

Sementara itu, panel OPEC+ mendukung kebijakan produksi kelompok produsen saat ini pada pertemuan Rabu (1/2), mempertahankan pengurangan produksi yang disepakati tahun lalu tidak berubah di tengah harapan permintaan China yang lebih tinggi dan prospek pasokan Rusia yang tidak pasti.
Baca juga: Minyak beragam, Brent pangkas kerugian karena rumor pemangkasan OPEC+
Baca juga: Pemerintah hitung dampak penurunan minyak dunia ke harga BBM domestik

Pewarta: Apep Suhendar
Editor: Budisantoso Budiman
Copyright © ANTARA 2023