• Beranda
  • Berita
  • Komunitas Kusuma Putih luncurkan buku cerita "Pembasuh Jiwa"

Komunitas Kusuma Putih luncurkan buku cerita "Pembasuh Jiwa"

11 Februari 2023 05:56 WIB
Komunitas Kusuma Putih luncurkan buku cerita "Pembasuh Jiwa"
Tangkapan layar saat peluncuran buku berjudul "21 Cerita Pembasuh Jiwa" via saluran zoom yang diikuti dari Surabaya, Jumat (10/2/2023) malam (HO-Naning Pranoto)
Komunitas Kusuma Putih (KuPu) meluncurkan buku kumpulan cerita inspiratif mengenai cara seseorang mengobati luka batin dengan judul "21 Cerita Pembasuh Jiwa".

"Ini merupakan kelanjutan dari penerbitan buku sebelumnya yang berjudul '17 Therapist Writing; Tips for Happiness Healing Therapy' pada 2022," kata penggagas komunitas itu Naning Pranoto, saat peluncuran buku secara daring yang dipantau dari Surabaya, Jumat (10/2) malam.

Menurut dia, buku ini betul-betul merupakan kumpulan tulisan yang berisi pencerahan mengenai manfaat menulis untuk keperluan terapi bagi seseorang yang mengalami luka batin.

"Buku ini dari awal memang bertendensi untuk membasuh jiwa-jiwa yang luka," kata penulis yang menaruh perhatian besar pada bidang penulisan kreatif, sastra hijau, dan menulis untuk terapi itu.

Sebelum peluncuran, sejumlah penulis menceritakan bagaimana mereka bertemu dengan komunitas yang anggotanya berasal dari berbagai latar belakang itu, seperti ibu rumah tangga, pendidik, peneliti, mahasiswa, dan pekerja seni.

Ade Noor, guru SMP di Kalimantan, mengaku baru pertama kali menulis cerpen setelah mengikuti komunitas yang diampu oleh Naning Pranoto bersama Shinta Miranda ini.

Ade mengambil ide cerita dari hasil pengamatan terhadap apa yang dialami oleh jiwa murid dan orang tua dalam menangani suatu konflik. Cerita hasil pengamatan dan wawancara itu kemudian dia tulis menjadi cerita yang berisi pesan seseorang bisa keluar dari konflik batin tersebut.

Roro Anita, seorang aparatur sipil negara di Depok, juga baru belajar menulis cerita. Ia menulis bagaimana seseorang bisa selesai dengan konflik batinnya itu lewat berbagai saluran.

"Termasuk lewat menulis ini. Pada akhirnya kita akan sadar bahwa luka itu sesungguhnya sesuatu yang indah kalau kita hadapi," katanya.

Hidayat Abdullah, guru matematika di sekolah dasar di Jakarta, mengatakan pikiran spontan atas suatu fenomena justru menjadi inspirasi untuk dituangkan dalam bentuk tulisan.

Anastasia Rini, guru seni budaya di Jakarta, mengaku banyak mengambil inspirasi dari kekayaan budaya lokal, dalam hal ini batik.

"Kebetulan batik yang saya ambil adalah motif Teruntum, dengan kekayaan filosofi di dalamnya, seperti tentang kesabaran dan ketabahan," katanya.

Erina Charlotte, seorang ibu rumah tangga berusia 65 tahun tak kalah semangat dengan anak-anak muda untuk belajar menulis cerita.

"Waktu saya tahu ada kelas menulis yang digagas Bu Naning, saya sempat bertanya, apakah orang seusia saya boleh ikut? Ternyata boleh. Begitu selesai mengikuti kelas itu, saya praktik menulis, eh, kok saya bisa ya? Jadi saya seperti tidak percaya kalau saya bisa menulis cerita," katanya tertawa.

Sementara Dewi Rosiana, ibu rumah tangga, belum mampu menulis sendiri mengenai cerita hidupnya. Ia justru diwawancarai oleh Naning dan tim, kemudian hasilnya ditulis.

"Saya memang belum bisa menulis sendiri, tapi tetap punya tekad untuk bisa menulis sendiri," kata perempuan yang memiliki trauma dengan kelahiran putera kedua dan ketiganya yang meninggal itu.

Pewarta: Masuki M. Astro
Editor: Didik Kusbiantoro
Copyright © ANTARA 2023