Toni menjelaskan, keterpaduan pengelolaan dan pemanfaatan ruang wilayah secara seimbang dan selaras yang bertujuan untuk memberikan perlindungan fungsi ruang dan pencegahan dampak negatif terhadap lingkungan akibat pemanfaatan ruang. Pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil merujuk pada Undang-undang Nomor 27 tahun 2007 dan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan nomor Per.17/Men/2008. Hal itu menandai bahwa KKP tetap berpihak kepada masyarakat pesisir. Lantaran upaya konservasi akan dilakukan secara kolaboratif dengan masyarakat, sehingga dapat memanfaatkan pendanaan dari Corporate social Responsibility (CSR) dan model model kemitraan yang lainnya. "Dengan demikian, masyarakat tidak perlu khawatir, karena upaya konservasi akan bersinergi dengan pembangunan yang dilaksanakan dan berujung pada meningkatnya kesejahteraan masyarakat," sambung Toni. Seperti diketahui, KKP terus berupaya untuk mengembangkan kawasan konservasi seluas 20 juta hektar pada tahun 2020. Hal ini sejalan dengan komitmen Internasional sebagaimana di usung dalam pertemuan keanegaragaman hayati di Rio de Jeneiro belum lama ini, yang menargetkan masing - masing negara dapat mengkonservasi 10 persen wilayah perairannya. Konservasi perairan merupakan sarana untuk mendorong keberlanjutan stok ikan, menjamin ekosistem dan kesehatan lingkungan, mendorong pemanfaatan dan pengelolaan sumber daya secara efektif dan berkelanjutan.
Siang tadi, KKP menerima kedatangan ratusan warga yang tergabung dalam Paguyuban Rakyat Batang Berjuang Untuk Konservasi ( PRBBUK ) yang didampingi YLBHI LBH semarang dan perwakilan Greenpeace. Aksi untuk kedua kalinya ini terkait kawasan konservasi taman pesisir dan rencana pembangunan Pembangkit Tenaga Listrik Tenaga Uap Batubara (PLTU) di Batang. Tokoh Masyarakat Batang Salim mengatakan, pembangunan PLTU dapat berdampak negatif terhadap masyarakat sekitar dan lingkungan sehingga dapat mengganggu keberlanjutan kegiatan penangkapan ikan. Hal senada dikatakan Perwakilan LBH Semarang, Wahyu Nandang Herawan. Ia menilai proses pembangunan PLTU telah melanggar berbagai peraturan perundang -undangan. " Banyak aturan hukum yang diterabas untuk memuluskan rencana pembangunan mega proyek ini,"sambungnya. Sebelumnya pada Juli, anggota Greenpeace menyambangi kantor KKP untuk menyampaikan permintaan kepada KKP agar tidak memberikan ijin terkait wacana pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) bertenaga batubara di kawasan konsensi laut daerah Pantai Ujungnegro - Raben, Kabupaten Batang Provinsi Jawa Tengah.
Menanggapi hal tersebut, Toni menjelaskan secara lugas, bahwa tidak ada pertentangan dalam proses penataan ruang di pesisir Batang.Lantaran, kawasan konservasi merupakan pendetailan ruang yang telah diatur berdasarkan PP 26 Tahun 2008. "Jadi, skala perencanaan kawasan konservasi merupakan pendetilan dari rencana tata ruang yang telah di indikasikan dalam rencana tata ruang wilayah nasional (RTRWN)," jelasnya. Sementara lanjutnya, proses penetapan kawasan konservasi pesisir kabupaten batang sesuai dengan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan nomor Per.17/Men/2008 tentang Kawasan Konservasi di wilayah Pesisir dan Pulau - pulau Kecil. Selain itu, rencana tersebut turut mengadopsi rencana strategis Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil ( WP3K ), rencana zonasi WP3K, rencana pengelolaan WP3K serta rencana aksi WP3K.
Terkait hal itu, KKP memiliki tupoksi dalam kawasan konservasi dan rencana penyusunan zonasi tata ruang. Sementara kewenangan pengelolaan kawasan konservasi berada di tangan Pemerintah Daerah. Sejalan dengan itu, Saat ini KKP tengah mengevaluasi 11 usulan penetapan KKPD dari berbagai daerah," sambung Toni. Rencana tata ruang wilayah pesisir merupakan suatu sistem proses perencanaan tata ruang, yang terintegrasi dengan pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang. Zonasi merupakan ketentuan yang mengatur tentang persyaratan pemanfaatan ruang dan ketentuan pengendaliannya. Sehingga, pengembangan dan peningkatan fungsi kawasan bertujuan untuk mengembangkan perekonomian nasional yang produktif dan efisien. Pengelolaan secara berkelanjutan tersebut bertujuan untuk mengurangi kemiskinan, sosial inclusiveness dan keberlanjutan sumber daya kelautan dan perikanan yang sejalan dengan prinsip-prinsip blue economy.
Sebelumnya pada aksi unjuk rasa yang berlangsung bulan Juli silam, Dirjen Kelautan, Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil KKP, Sudirman Saad menjelaskan, pengelolaan tata ruang Batang merujuk pada tiga peraturan perundang-undangan seperti Peraturan Pemerintah (PP) no 26 tahun 2008 tentang RT / RW nasional , Peraturan Daerah (Perda) no 6 tahun 2010 tentang RT/ RW provinsi Jawa Tengah, kemudian ada Perda no 7 tahun 2011 tentang RT/RW Kabupaten Batang. "Rencana pembangunan dan pengelolaan Kabupaten Batang sesuai dengan arahan tiga aturan tadi sehingga tidak mungkin saling bertentangan," sambungnya.
Di sisi lainnya pembangunan PLTU tersebut wajib mengantongi Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) dan ijin lingkungan. Bahkan untuk pertama kalinya Menteri Kelautan dan Perikanan telah menetapkan Kabupaten Batang sebagai kawasan konservasi perairan seluas 4 ribu ha. "Artinya bila dilihat luas perairan batang Ini merupakan sebuah indikator bahwa ada kemauan dari pemerintah dalam memanfaatkan kawasan secara berimbang," kata Saad.
Menurut Saad, laut tidak lagi merupakan open access, melainkan arena dimana ruang pemanfaatan mesti ditata secara komprehensif dengan menyusun rencana zonasi perairan. Setidaknya dibutuhkan empat hal dalam mengelola kawasan konservasi dan upaya menyelamatkan ekosistem laut. Pertama tersedianya alokasi untuk ruang konservasi. Kedua kawasan alur yang berfungsi sebagai alur pelayaran, penempatan kabel/pipa bawah laut, serta alur ruaya ikan dan biota laut dalam menjaga sumber daya ikan dan kawasan strategis nasional. Ketiga kawasan pemanfaatan umum. Terakhir kawasan strategis nasional tertentu. Komitmen penetapan kawasan konservasi ini membuktikan keseriusan pemerintah dalam rangka mengelola secara seimbang potensi wilayah perairan laut dan pesisir untuk ekonomi dan lingkungan, yang sejalan dengan prinsip-prinsip blue economy. Prinsip ekonomi biru tersebut bertujuan mengacu pada ekonomi yang mengurangi kemiskinan, sosial inclusiveness dan keberlanjutan sumber daya kelautan dan perikanan.
Untuk keterangan lebih lanjut silakan menghubungi Indra Sakti, SE, MM, Kepala Pusat Data Statistik dan Informasi, Kementerian Kelautan dan Perikanan (HP.0818159705)
Pewarta: Masnang
Editor: PR Wire
Copyright © ANTARA 2012