• Beranda
  • Berita
  • KLHK: Instrumen penetapan harga karbon anut prinsip "good governance"

KLHK: Instrumen penetapan harga karbon anut prinsip "good governance"

17 Februari 2023 11:21 WIB
KLHK: Instrumen penetapan harga karbon anut prinsip "good governance"
Wakil Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Alue Dohong memaparkan tentang instrumen pasar karbon dalam diskusi UNDP Country Programe Document (CPD) Implementation bertajuk Innovative Financing, Just Transition, and Building Resilence to Acceierate SDG's di Jakarta, Kamis (16/2/2023). ANTARA/HO-Kementerian LHK/am.

Indonesia berpandangan bahwa instrumen tersebut dan instrumen penetapan harga karbon lainnya perlu dikembangkan secara lebih efektif, efisien, inklusif, transparan, akuntabel dan adil

Wakil Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Alue Dohong mengatakan sektor kehutanan dan lahan (FOLU), result based payment, termasuk skema REDD+ tetap menjadi instrumen mendukung penurunan emisi gas rumah kaca dan pencapaian target NDC Indonesia.

Skema itu juga semakin memperbesar peluang dan skala kerja sama perdagangan karbon yang menganut prinsip good governance, termasuk melalui mekanisme pasar dan non pasar dengan tetap mengacu kepada keputusan dan metodologi yang telah disepakati secara multilateral.

"Indonesia berpandangan bahwa instrumen tersebut dan instrumen penetapan harga karbon lainnya perlu dikembangkan secara lebih efektif, efisien, inklusif, transparan, akuntabel dan adil," kata Alue dalam keterangan yang dikutip di Jakarta, Jumat.

Prinsip good governance tersebut perlu tercermin dengan baik dalam kerja sama dan kolaborasi dengan berbagai mitra pembangunan.

Kemitraan dan peran mitra pembangunan dapat diwujudkan dalam berbagai cara, antara lain dalam penguatan aspek kebijakan dan tata kelola, peningkatan jejaring, dan koordinasi antar-lembaga atau pemangku kepentingan, pengembangan atau replikasi berbagai model praktik terbaik aksi iklim.

Baca juga: Indonesia dorong empat skema implementasi nilai ekonomi karbon

Alue menuturkan aksi-aksi pengendalian perubahan iklim membutuhkan kebijakan strategis dan kerja sama pembiayaan antara para pemangku kepentingan di tingkat lokal dan global, seperti pemerintah (pusat dan daerah), badan usaha (swasta dan BUMN), MDB, LSM/CSO, komunitas, dan pemangku kepentingan lainnya.

"Aliran pendanaan iklim dari mitra pembangunan sangat diharapkan, namun sumber pendanaan dalam negeri, setidaknya dalam jangka menengah, tetap menjadi fokus utama komitmen tanpa syarat hingga tahun 2030," ujarnya.

Terdapat setidaknya empat strategi untuk membuka dan meningkatkan pendanaan perubahan iklim di Indonesia, yaitu memperkuat kebijakan fiskal kita, termasuk penghijauan fiskal; investasi sektor swasta; mengembangkan berbagai instrumen pembiayaan yang inovatif, seperti sukuk hijau, blended finance, dan carbon pricing; dan meningkatkan akses ke keuangan global, seperti green climate fund, global environment facility, dan yang lain.

UNDP Indonesia Resident Representative Norimasa Shimomura menjelaskan Country Programe Document (CPD) merupakan dokumen yang disusun secara berkala setiap tahun.

CPD mencerminkan upaya UNDP untuk turut berkontribusi pada prioritas pembangunan pemerintah Indonesia sebagaimana tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN).

Dokumen itu terdiri dari empat bidang hasil program yang berfokus pada akses yang setara, transformasi ekonomi inklusif, aksi iklim dan inovasi integratif untuk SDGs.

Baca juga: Sri Mulyani: Kredit karbon pemda nantinya bisa diklaim di pasar karbon

 

Pewarta: Sugiharto Purnama
Editor: Risbiani Fardaniah
Copyright © ANTARA 2023