kondisi itu akan berpotensi menyebabkan gejolak inflasi dari sektor pangan
Deputi Gubernur Bank Indonesia (BI) Aida S Budiman mengingatkan pemerintah daerah mengantisipasi kemungkinan anomali cuaca dan musim kemarau secara optimal sepanjang tahun 2023 ini demi mewujudkan ketahanan pangan.
Berdasarkan prediksi Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) musim kemarau yang mulai berlangsung pada pertengahan tahun 2023 akan lebih kering bila dibandingkan tiga tahun terakhir.
Menurut Aida di Palembang, Sumatera Selatan, Jumat, dengan kondisi cuaca tersebut produksi tanaman hortikultura seperti cabai, kemudian padi dan jenis lainnya terancam tidak maksimal.
Pihaknya menilai kondisi itu akan berpotensi menyebabkan gejolak inflasi dari sektor pangan.
BI mencatat sektor pangan sendiri merupakan penyumbang inflasi nasional sebesar 5,61 persen per Februari 2023.
“Jadi (potensi hambatan seperti) ini harus diantisipasi dan diatasi konkret, kalau tidak akan timbul masalah klasik, yakni saat panen harganya jatuh atau kalau tidak musim panen harganya melonjak,” kata Aida.
Dalam kesempatan kunjungan ke Sumsel, Aida membuka Gerakan Nasional Pengendalian Inflasi Pangan (GNPIP) Tahun 2023 dengan tema Sinergi dan Inovasi untuk Ketahanan Pangan Nasional.
Baca juga: BI: GNPIP jaga keterjangkauan harga pangan tekan inflasi
Baca juga: BI minta Pemprov DKI fokus kendalian inflasi dan terapkan digitalisasi
Dia memaparkan sinergi dari hulu ke hilir yang dilakukan oleh antarintansi baik tingkat pusat dan daerah merupakan kunci untuk menjaga ketahanan pangan, sekaligus menjadi fokus kegiatan gerakan GNPIP tahun ini.
GNPIP yang diprakarsai Bank Indonesia sejak tahun 2021 tersebut dinilai efektif mengendalikan tingkat inflasi dari sektor pangan nasional.
Di mana buktinya terjadi penurunan inflasi pangan nasional menjadi 5,61 persen per Februari 2023 atau lebih rendah dibandingkan periode yang sama tahun 2022, yakni 11,7 persen.
Dia menyebutkan untuk melanjutkan tren positif pengendalian inflasi pangan maka BI melalui GNPIP menyalurkan sebanyak bibit cabai merah, mesin pengolah pupuk, puluhan alsintan, ke daerah sentra penghasil pangan, salah satunya Provinsi Sumatera Selatan.
Melalui serangkaian upaya yang dilakukan multipihak dalam GNPIP itu diharapkan tingkat inflasi dari pangan tahun ini berada direntang 3 persen – 5 persen sebagaimana yang ditargetkan oleh pemerintah pusat, kata Aida.
Sementara itu, Gubernur Sumatera Selatan Herman Deru mengatakan pihaknya bersama bersama pemerintah di 17 kabupaten/kota telah memprogramkan secara sistematis terkait urusan ketahanan pangan.
Menurut dia, mulai dari produksi, pengelolaan panen dan pascapanen hingga pemasaran, menjadi perhatian khusus Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan setidaknya tiga tahun terakhir.
Oleh sebab itulah Sumatera Selatan saat ini menjadi sebagai daerah sentra produk pertanian khususnya beras yang terbesar keempat nasional. Jumlah produksi padi Sumatera Selatan tahun 2023 ini ditargetkan mencapai 1,7 juta ton.
Dia memaparkan bila BI mempunyai GNPIP sebagai upaya untuk mengendalikan inflasi pangan maka Provinsi Sumatera Selatan mempunyai Gerakan Sumsel Mandiri Pangan (GSMP).
Ia menyebutkan dengan adanya kedua program tersebut menandakan terjalinnya konektivitas yang baik antara pusat dan daerah, demi mengendalikan inflasi pangan di tengah tantangan perekonomian dunia saat ini.
“Program ini efektif menciptakan kemandirian pangan masyarakat kita, realisasi inflasi Sumatera Selatan cukup stabil, tercatat 5,34 persen (yoy) per Februari ini. Mari kita pertahankan produktifitas ini secara bersama-sama mengantisipasi semua potensi (cuaca) berpotensi menghambat,” katanya.
Baca juga: BI: Suku bunga tetap di 5,75 persen memadai untuk kendalikan inflasi
Baca juga: BI perkirakan inflasi inti semester I 2023 di bawah 4 persen
Pewarta: Muhammad Riezko Bima Elko
Editor: Agus Salim
Copyright © ANTARA 2023