"Optimis ya, prospek bisnis panas bumi kan memang sangat menjanjikan. Terutama karena ke depan, semua pihak akan semakin fokus dengan energi baru dan terbarukan yang jauh lebih bersih," kata Kholid melalui keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Jumat.
Di sisi lain, ia juga meyakini bahwa pengelolaan dan kinerja PGE pun, ke depan juga semakin meningkat. Sebab, emiten memang dituntut untuk menjalankan tata kelola perusahaan dengan baik, termasuk menjalankan prinsip transparansi dan akuntabilitas.
"Pengelolaan perusahaan akan transparan dan ini akan menjadi "benchmark" bagi BUMN-BUMN lain dalam tata kelola perusahaan yang baik," katanya.
Ia juga menilai masuknya PGE ke lantai bursa memang membawa banyak manfaat. Selain peningkatan tata kelola dan kinerja, perusahaan juga memperoleh pendanaan tanpa kewajiban pengembalian.
Menurut dia, dana tersebut sangat diperlukan untuk pembiayaan bauran energi yang saat ini kapasitasnya masih 2-3 persen secara nasional.
"Dana tersebut sangat dibutuhkan karena pengembangan energi panas bumi membutuhkan biaya sangat besar," ucap Kholid.
Sebagai contoh, kata dia, saat ini PGE tengah mengikuti lelang di dua wilayah kerja pertambangan (WKP) panas bumi. Upaya tersebut, tentu membutuhkan struktur permodalan yang kuat.
Melalui IPO, ia mengharapkan bisa berdampak pada struktur permodalan sehingga PGE menjadi pemain utama dalam produksi uap dan listrik bersumber dari panas bumi di Indonesia.
"Pinjam uang ke bank atau lembaga keuangan bunganya pasti tinggi. IPO cara terbaik untuk penambahan permodalan," tuturnya.
Ia mengatakan IPO PGE juga selaras dengan rencana pemerintah untuk menambah pasokan kapasitas Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) sebesar 7 gigawatt (GW) pada 2030.
Pasalnya, kata Kholid, bauran energi baru terbarukan (EBT) pembangkit, saat ini masih pada kisaran 14,1 persen, masih jauh dari target sebesar 23 persen.
Dalam konteks itu, ucap dia, perlu ditinjau dari sejumlah aspek sehingga memang tidak ada yang harus dikhawatirkan dengan IPO PGE ini.
"Sebut saja aspek tata kelola, investasi, bahkan termasuk aspek legalitas dan konstitusi. Semua sudah dipenuhi. Terlebih Mahkamah Konstitusi (MK) sudah menyatakan bahwa saham anak/cucu BUMN boleh dijual," ujar dia.
Demikian pula dengan pelepasan saham sebesar 25 persen, menurut Kholid juga sama sekali tidak mengubah penguasaan saham pemerintah c.q Pertamina terhadap pengelolaan perusahaan.
Oleh karena itu, ia mengatakan sebagai pemegang saham mayoritas, Pertamina sebagai perusahaan induk tetap menguasai manajemen.
Pewarta: Benardy Ferdiansyah
Editor: Adi Lazuardi
Copyright © ANTARA 2023