Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) dan tujuh organisasi profesi di bawahnya mendeklarasikan komitmen mencegah stunting pada anak dan menurunkan Angka Kematian Ibu (AKI) yang masih tinggi.
“Upaya penurunan AKI dan Angka Kematian Bayi (AKB) baru lahir, serta penanggulangan stunting merupakan tugas bersama yang belum tuntas sampai saat ini,” kata Sekretaris Jenderal PB IDI Ulul Albab dalam Konferensi Pers IDI di Jakarta, Kamis.
Ia membeberkan hasil Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) prevalensi stunting di Indonesia turun dari 24,4 persen pada 2021 menjadi 21,6 persen pada 2022.
Hal tersebut membuktikan masih terjadi masalah gizi yang menimpa anak bangsa sehingga diperlukan suatu komitmen untuk memberikan pelayanan kesehatan sejak masa sebelum hamil, masa hamil, persalinan, dan masa sesudah melahirkan yang dapat mendeteksi masalah kesehatan yang berisiko.
Kementerian Kesehatan telah menerbitkan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 21 Tahun 2021 tentang penyelenggaraan pelayanan kesehatan masa sebelum hamil, masa hamil, persalinan, dan masa sesudah melahirkan, pelayanan kontrasepsi, dan pelayanan kesehatan seksual sebagai upaya transformasi pelayanan kesehatan maternal dan neonatal agar menjadi lebih berkualitas.
Data Dirjen Kesehatan Masyarakat Kementerian Kesehatan pada 2021 menunjukkan cakupan persalinan di fasilitas pelayanan kesehatan secara nasional mencapai 86 persen. Dengan pertolongan oleh tenaga kesehatan 89,8 persen, dengan angka capaian cakupan semua provinsi di Pulau Jawa di atas 90 persen.
Baca juga: IDI: Dokter umum berperan penting tekan tingginya angka kematian ibu
Cakupan tertinggi di DKI Jakarta sebesar 99,6 persen dan Jawa Timur 95,1 persen. Meski demikian, capaian tersebut belum dibarengi dengan penurunan kematian ibu dan bayi baru lahir meningkat dari 87,9 per 100.000 pada 2019 menjadi 166,5 per 100.000 pada 2021. Hal itu, berdasarkan Komisi Data Kesehatan Masyarakat Kementerian Kesehatan pada 2022.
“Bahkan jumlah kematian ibu meningkat sepanjang pandemi COVID-19 tiga tahun terakhir, yang menunjukkan masih diperlukannya penguatan ketahanan pelayanan kesehatan di Indonesia terutama pelayanan kesehatan maternal neonatal yang termasuk pelayanan kesehatan ssensial di sebuah negara,” katanya.
Oleh karenanya, PB IDI menggandeng Perhimpunan Obstetri Ginekologi Indonesia (POGI), Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), Perhimpunan Ahli Penyakit Dalam Indonesia (PAPDI), Perhimpunan Dokter Anestesi Indonesia (PERDATIN), Perhimpunan Kardiolog Indonesia (PERKI), Perhimpunan Dokter Gizi Klinik Indonesia (PDGKI) dan Perhimpunan Dokter Umum Indonesia (PDUI).
Kerja sama itu, sebagai sikap mendukung segala upaya pemerintah dalam memperkuat pelayanan kesehatan esensial yang diperlukan masyarakat, seperti pelayanan KIA, sebagai bagian transformasi menyeluruh sistem pelayanan kesehatan di Indonesia.
Ulul menyatakan fokus IDI saat ini untuk penguatan peran dokter umum dalam upaya pelayanan Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) baik dari sisi promotif, preventif, kuratif, maupun rehabilitatif.
Oleh karena itu, diperlukan dukungan penguatan kompetensi baik yakni saat pendidikan dan lulus pendidikan dokter, hingga penyegaran dan penambahan kompetensi yang diperlukan sesuai kebutuhan pelayanan kesehatan.
“Dalam pelaksanaan peran dan tanggung jawab tersebut terutama dalam pelaksanaan pelayanan di fasilitas kesehatan, mulai dari fasilitas kesehatan pertama sampai fasilitas kesehatan rujukan tingkat lanjut diperlukan pembagian peran yang diatur dan disepakati bersama sesuai kompetensi dan kewenangan masing-masing profesi,” ujarnya.
Baca juga: Menko PMK minta pemda perkuat intervensi spesifik pencegahan stunting
Baca juga: BKKBN kenalkan Elsimil cegah stunting pada anggota Parlemen Arab-Asia
Baca juga: Menpan RB: NTB harus fokus tingkatan gizi ibu hamil
Pewarta: Hreeloita Dharma Shanti
Editor: M. Hari Atmoko
Copyright © ANTARA 2023