"Keputusan MK kita percayakan. MK dalam mengambil keputusan dia (majelis hakim) merdeka, tidak boleh masuk dalam kepentingan praktis," papar Hasto di Makassar, Sulawesi Selatan, Senin.
Menurut dia, majelis hakim MK harus memiliki jiwa kenegarawanan dalam mengambil keputusan, mengingat peserta pemilu berdasarkan UUD 1945 adalah Partai Politik, bukan orang per orang. Sebab, orang per orang itu sudah dibuka melalui Pemilihan Presiden serta jalur Dewan Perwakilan Daerah atau DPD.
"Kalau itu melalui jalur orang per orang. Kalau Parpol itu jalur kepentingan kolektif, sehingga partai akan kokoh pada ideologi dan platform jati dirinya sesuai dengan kultur partai," katanya.
Hasto pun menyinggung tentang proporsional tertutup, bagi PDI-P tentu berbicara kepentingan bangsa dan negara. Bahwa untuk menjadi legislatif, fungsinya legislasi, anggaran, pengawasan, dan persentase. Seluruh anggota dewan memiliki komitmen masalah rakyat melalui keputusan politik dan juga membangun desain untuk masa depan.
Sedangkan demokrasi elektoral berdasarkan proporsional terbuka, sebut dia, basis individunya tinggi. Sementara kita gotong royong memberantas nepotisme, namun di sisi lain Parpol yang mendapatkan kursi hanya dari segelitir keluarga pejabat, atau mereka yang populer, dan malah melupakan proses kaderisasi di internal partainya.
Misalnya, terjadi bencana semuanya datang untuk menunjukkan dia telah berbuat, tetapi tidak mencari akar permasalahan penanganan di dalam gempa tersebut, meski demikian ini hanya sebagai contoh. Padahal, tugas partai sangat penting bagi masa depan bangsa.
"Itulah yang disikapi. Meskipun PDI-P terkesan menentang arus, tetapi kami berkeyakinan proporsional tertutup adalah jawaban bagi Parpol elektoral yang sukanya membajak kader dan mempromosikan kader lain," harap dia.
Hal inilah kemudian menjadikan Parpol tidak setuju dengan proporsional tertutup. Hasto pun mengajak Parpol mengembalikan marwah partai dalam melakukan rekrutmen pendidikan politik dan kaderisasi kepemimpinan. Walaupun sebaliknya proporsional tertutup juga memiliki kelemahan adanya putusan elitis.
"Makanya, partai harus bertanggung jawab mengapa menempatkan kadernya pada peringkat nomor urut satu, dua dan tiga, itu harus diumumkan ke publik sebagai elektabilitas dan memastikan proses demokrasi di internal partai berjalan baik," tuturnya menekankan.
Sebelumnya, delapan dari sembilan fraksi Parpol di DPR RI menolak sistem pemilu proporsional tertutup atau hanya memilih partai masing-masing Fraksi Golkar, Gerindra, Demokrat, NasDem, PAN, PKB, PPP dan PKS. Hanya satu fraksi yang menginginkan sistem pemilu proporsional tertutup yakni PDI-P.
Seluruh fraksi yang menolak, lantas mengajukan surat pernyataan sikap bersama meminta MK tetap konsisten dengan putusannya pada 2008 Pemilu digelar menggunakan sistem proporsional terbuka dengan memilih orang atau Calon Legislatif (Caleg) sesuai dalam pasal 168 ayat 2, Undang-undang Pemilu tahun 2017.
Pewarta: M Darwin Fatir
Editor: Edy M Yakub
Copyright © ANTARA 2023