Wakil Ketua Komisi I DPR RI Abdul Kharis Almasyhari mengatakan bahwa draf revisi Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran (UU Penyiaran) telah hampir selesai dirampungkan oleh Komisi I DPR.“Proses hari ini sudah sampai persiapan akhir draf dari RUU-nya yang dibuat oleh Komisi I,”
“Proses hari ini sudah sampai persiapan akhir draf dari RUU-nya yang dibuat oleh Komisi I,” kata Kharis secara daring saat diskusi Forum Legislasi dengan tema "RUU Penyiaran untuk Kedaulatan Bangsa dan Negara" dipantau di Jakarta, Selasa.
Dia menyebut setelah draf RUU Penyiaran selesai, maka akan disampaikan kepada Badan Legislasi (Baleg) DPR RI untuk kemudian diproses ke rapat paripurna DPR RI.
“Setelah paripurna, baru nanti dikirim ke Pemerintah untuk dibahas bersama dengan Pemerintah,” ujarnya.
Kharis pun berharap draf revisi UU Penyiaran yang pembahasannya sudah digulirkan oleh periode sebelum-sebelumnya dapat rampung pada saat masa sidang DPR RI berikutnya yang akan dimulai pada 14 Maret mendatang.
“Mudah-mudahan dalam masa sidang besok ini, RUU atau draf RUU penyiaran sudah akan selesai,” kata Kharis.
Sementara itu, Komisioner Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat Irsal Ambia mendorong agar revisi UU Penyiaran segera rampung, dan menghasilkan UU Penyiaran baru yang lebih progresif dalam merespons perkembangan teknologi saat ini yang erat kaitannya dengan medium penyiaran digital.
“Mestinya kita bisa mendorong agar UU Penyiaran yang baru bisa segera dibahas, bisa segera dihasilkan dan punya paradigma yang lebih progresif. Jadi tidak hanya bicara (media) konvensional, tetapi juga punya cara pandang digital, dalam artian pendekatan yang lebih digitalized terhadap platform-platform new media (media baru),” katanya.
Adapun Ketua Asosiasi Analis Kebijakan Indonesia (AAKI) Trubus Rahadiansyah mengatakan revisi UU Penyiaran yang belum juga usai membawa akibat buruk bagi pemerintah daerah yang ingin menyusun peraturan daerah (Perda) terkait penyiaran konten lokal dan lain sebagainya.
“Karena Perda ini kan cantolan-nya ke undang-undang. Nah, kalau undang-undang tidak pernah lahir atau selesai maka mereka bingung,” imbuhnya.
Ia pun mengingatkan agar partisipasi publik dilibatkan sebanyak-banyaknya di dalam proses penyusunan revisi UU Penyiaran, mengingat masyarakat Indonesia yang majemuk. “Tidak hanya KPI, tokoh masyarakat, tokoh agama, karena masyarakat kita sangat beragam,” ucapnya.
Pewarta: Melalusa Susthira Khalida
Editor: Agus Setiawan
Copyright © ANTARA 2023