"Sebab pola makan ini jauh lebih besar daripada pola geraknya. Kalau anak obesitas susah kalau langsung disuruh olahraga berat. Jalan kaki saja berat dia badannya," kata dia dalam sebuah diskusi yang digelar daring, Selasa.
Untuk pola makan, orangtua bisa berhenti memberi anak makanan rendah nutrisi seperti junk food kemudian menggantinya dengan makanan alami atau real food.
Piprim mengatakan, anak-anak sebaiknya dikenyangkan dengan sumber protein hewani, misalkan nasi dengan banyak lauk berupa dadar telur, ikan atau ayam. Jumlah protein yang ditingkatkan ini guna mencegah anak-anak menyantap karbohidrat cepat serap misalnya dari camilan-camilan rendah nutrisi.
Baca juga: Ternyata "overnutrisi" bisa perparah kanker pada anak
"Anak jadi lapar terus dan kebanyakan kalori karena pilihan jenis makanannya keliru (makan junk food), terlalu sering diberi makanan yang indeks glikemik tinggi atau tinggi karbohidrat, gula dan tepung," kata dia.
Dampaknya, gula darah anak cepat naik kemudian cepat turun. Saat gula darahnya naik seperti roller coaster lalu turun menukik, anak akan merasa lapar lagi kemudian meminta makan kembali.
Piprim mengakui, upaya untuk memutus pola makan anak yang gemar menyantap junk food dan minuman manis tidak mudah dan ini membutuhkan dukungan orangtua.
"Mungkin minuman manisnya diganti dengan pemanis non-kalori seperti stevia, yang sangat manis tetapi tidak ada kalorinya, bisa jadi alternatif pemanis untuk anak-anak yang obesitas. Bahkan anak yang tidak obes pun boleh juga pemanisnya pakai stevia," demikian saran dia.
Dalam kesempatan itu, Ketua Unit Kerja Koordinasi Endokrinologi Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) Dr Muhammad Faizi, SpA(K) berpesan agar orangtua mencegah anak terkena obesitas sedini mungkin. Kalaupun anak terlanjur obesitas, sambung dia, maka memodifikasi pola makan anak dan pola hidupnya bisa dilakukan sehingga bisa mengurangi dampak dari obesitas.
Kriteria anak obesitas bisa diukur melalui kurva pertumbuhan yang memperhitungkan penambahan tinggi badan. Ini berbeda dari orang dewasa yang berpegang salah satunya pada nilai indeks massa tubuh (IMT).
Baca juga: Risiko diabetes lebih tinggi pada anak yang kegemukan
Baca juga: Kenali beda nafsu makan ekstrim dan naiknya hasrat makan anak
Baca juga: Waspadai gangguan pola makan anak
Pewarta: Lia Wanadriani Santosa
Editor: Maria Rosari Dwi Putri
Copyright © ANTARA 2023