"Masyarakat adat, kampung itu, mampu bertahan terhadap krisis, ini sesungguhnya yang disebut mampu beradaptasi dengan kemajuan zaman, resiliensi, selalu bisa menghadapi krisis," kata Sekretaris Jenderal AMAN Rukka Sombolinggi di Bengkulu, Kamis.
Wilayah yang paling terdampak krisis menurut dia lebih pada wilayah perkotaan. Rukka mengatakan ketika krisis terjadi, perkotaan otomatis merasakan dampaknya secara langsung.
"Di dalam kehidupan nyata itu, kampung, masyarakat adat, yang mampu menghadapi krisis, sedangkan kota yang merupakan simbol-simbol kemajuan sebenarnya bisa luluh lantak menghadapi krisis. Tetapi justru kampung yang bertahan, ketika kota luluh lantak," kata dia.
Kemudian, Ketua Pengurus Harian AMAN Wilayah Bengkulu Deff Tri Hardianto mengatakan pada masa pandemi COVID-19, masyarakat adat mampu bertahan dari sisi ketahanan pangan dan bahkan mampu mencadangkan pangan untuk menghadapi pandemi.
"Kejadian COVID-19 ini terjadi dan memunculkan dampak yang begitu besar, namun COVID-19 ternyata tidak berdampak secara nyata terhadap masyarakat adat," kata dia.
Hal itu, menurut Deff dikarenakan masyarakat adat memiliki kedaulatan dan kemandirian yang baik tentang pangan. Begitu juga, lanjut dia masyarakat adat juga memiliki pengetahuan dan wawasan yang baik dalam menghadapi krisis.
Ketahanan masyarakat adat dalam menghadapi krisis tersebut bisa menjadi praktik baik untuk disebarluaskan, ditularkan, sehingga masyarakat bisa memiliki ketahanan yang lebih baik lagi jika krisis terjadi.
Baca juga: AMAN siapkan generasi penerus dari masyarakat adat ikut Pemilu 2024
Baca juga: AMAN: Rakernas VII dihadiri 300 masyarakat adat se-Indonesia
Baca juga: AMAN: Gerakan ulama perempuan di Indonesia menjadi contoh bagi dunia
Baca juga: AMAN siapkan generasi penerus dari masyarakat adat ikut Pemilu 2024
Baca juga: AMAN: Rakernas VII dihadiri 300 masyarakat adat se-Indonesia
Baca juga: AMAN: Gerakan ulama perempuan di Indonesia menjadi contoh bagi dunia
Pewarta: Boyke Ledy Watra
Editor: Nurul Hayat
Copyright © ANTARA 2023