Menteri ESDM Arifin Tasrif mengakui pihaknya sudah membahas hal tersebut dengan Menteri Keuangan Sri Mulyani, namun belum mencapai kesepakatan.
"Masih perlu, perlu kesepakatan," kata Arifin saat ditemui di Kompleks Istana Kepresidenan Jakarta, Senin.
Arifin menjelaskan bahwa skema pungutan dan penyaluran dana batu bara ini dilakukan untuk saling mengkompensasi perusahaan tambang.
Dana tersebut dipungut dari pelaku batu bara yang tidak bisa memenuhi alokasi batu bara dalam negeri (domestic market obligation/DMO). Kemudian dana kompensasi ini diberikan kepada perusahaan batu bara yang memenuhi DMO.
Skema ini bertujuan menutup selisih harga jual batu bara dalam negeri dengan harga internasional/ pasar.
Hanya saja, skema pungutan dan penyaluran dana kompensasi ini dikenakan PPN. Padahal, menurut Arifin, PPN sudah dikenakan pada transaksi jual beli.
"Harusnya kalau tarik salur tidak dikenakan (PPN), kan sifatnya mengkompensasi apa yang menggendong DMO ya. Nah itu kompensasinya ditarik, kemudian dibagikan kepada yang memenuhi (DMO). Harusnya dia kan sudah kena pajak duluan," kata Arifin.
Skema pungutan iuran batu bara awalnya akan dipungut oleh Badan Layanan Umum (BLU). Namun kemudian BLU diganti dengan Mitra Instansi Pemerintah (MIP) lantaran dana kompensasi tidak terkait dengan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP).
Baca juga: Pengamat: pajak ekspor dan DMO dorong hilirisasi meski terhadang WTO
Baca juga: Pemerintah perlu maksimalkan penerimaan negara dari ekspor batu bara
Baca juga: Pemerintah terbitkan PP Perpajakan dan PNBP pertambangan batu bara
Pewarta: Mentari Dwi Gayati
Editor: Faisal Yunianto
Copyright © ANTARA 2023