Sebenarnya bernama Masjid Agung Al-Munada Darossalam “Baiturrohman”, didirikan pada 1963. Baru sekira dua atau tiga tahun belakangan, warga menyebutnya Masjid Perahu.
Lokasinya ada di tengah pemukiman, melewati satu gang kecil berhiaskan kaligrafi Alquran, di Jalan Menteng Dalam RT 003/RW 005, Tebet, Jakarta Selatan.
Areanya luas dengan beberapa ruangan, sejuk karena dikelilingi dinding tinggi-tinggi dan pohon rindang yang membuatnya segar nan asri.
Anda akan menemukan alasan mengapa masjid ini dinamai Masjid Perahu saat solat di sini. Wudhulah di sini, dan Anda akan segera tahu alasan itu. Nah tempat mengambil air wudhu itulah yang perahu itu.
Perahu ini dilengkapi kamar mandi dan ruangan unik dalam “dek kapal” yang biasa digunakan sebagai tempat majelis taklim berdzikir dengan jumlah maksimal lima orang.
Di atas perahu juga ada ruangan khusus yang biasa digunakan pengurus masjid dan panitia kegiatan untuk rapat.
Dari segi desain, bangunan masjid ini tidak mengambil kiblat dari masjid manapun di dunia, hanya dari pemikiran kakak beradik K.H. Abdul Rohman Mansur dan K.H. Mahmud Yunus serta panitia pembangunan masjid.
“Kami ingin membuat sebuah masjid yang bertujuan untuk kemakmuran umat. Makanya kami membuat tempat wudhu berbentuk perahu, seperti perahu Nabi Nuh untuk menyelamatkan umat pada masanya," kata K.H. Mahmud Yunus.
Dari namanya saja, Al-Munada Darossalam “Baiturrohman” itu berarti "rumah kasih sayang.”
Tak ingin menghilangkan ciri khas Jakarta, kakak beradik ini bersama tim pembangunan mengambil contoh dari kapal yang ada di Tanjung Priok.
Di dalam masjid, Anda akan menemukan ruang perpustakaan tepat di sisi kiri ruang solat.
Selain digunakan sebagai Tempat Pengajaran Alquran (TPA), ruangan ini juga menjadi tempat penyimpanan koleksi batu-batu hias berukuran sangat besar oleh salah seorang pendirinya. Batu-batu hias ini sebagian besar dari gunung di Jawa Barat.
“Kakak saya hanya ingin menjadikan koleksinya sebagai warisan Nusantara karena mencirikan hasil sumber daya alam Indonesia,” tambahnya.
Batu-batu hias ini mengelilingi satu Alquran raksasa yang ditulis Ustadz H. Amir Hamzah, pengajar Pondok Pesantren As-Syafiah, dan dibuat mulai 1975, lalu rampung pada 2005.
Ada empat pilar penyangga Masjid Perahu.
Dua tiang kayu jati asli sumbangan K.H. Saifuddin Zuhri, mantan Menteri Agama RI era 1963, dan dua tiang lainnya berupa kayu gelondongan berukir asma Allah dan asma Rasul.
Di puncak masjid ada Ummu Daulah (puncak kepemimpinan), sebuah hiasan berbentuk ranting pohon, batangnya dari perak, dan daun-daunnya terbuat dari emas. Ini semua menambah nilai seni masjid ini.
Kagumi keindahan kota, tapi juga jangan lupakan sejarahnya.
Jakarta yang menawarkan beragam hiburan yang pada banyak sudutnya juga memiliki oase-oase seperti Masjid Perahu.
Banyak destinasi wisata religi lain menanti Anda. Enjoy Jakarta!
Editor: Copywriter
Copyright © ANTARA 2012